Rabu, 09 Maret 2011

Dibalik Keajaiban Do'a

Sebagai Pemusnah Kesusahan

اللّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّ

“Wahai Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan perempuan (dari ayahku hingga Adam, dan dari ibuku hingga Hawa), ubun-ubunku dalam genggaman tangan-Mu, telah tetap hukum-Mu terhadapku, sungguh adil ketentuan (takdir)-Mu atasku. Aku memohon kepada-Mu dengan (wasilah) Nama-Nama-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau yang telah Engkau ajarkan kepada salah seorang hamba-Mu, atau yang telah Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau rahasiakan di dalam ilmu ghaib di sisi-Mu; agar sudi kiranya Engkau jadikan al-Qur-an sebagai “hujan musim semi” dalam hatiku, cahaya di dadaku, penghilang kesedihanku dan kesusahanku.”
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (artinya): “Tidaklah seseorang ditimpa kesusahan ataupun kesedihan kemudian dia membaca: ...(do’a di atas)... melainkan Allah pasti akan menghilangkan kesusahan dan kesedihannya tersebut, lalu mengganti keadaannya dengan kelapangan dan kegembiraan.” Lantas ditanyakan kepada beliau: “Wahai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam! Tidakkah seharusnya kami mempelajari do’a tersebut? Maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Tentu saja, sudah sepatutnya bagi orang yang mendengar do’a ini untuk mempelajarinya.” [Hadits Shahih, riwayat Ahmad: 3712, lih. Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah No. 199]
Boleh jadi kita telah mendengar lafaz do’a di atas berkali-kali, baik dari mimbar-mimbar khutbah, atau dari pengajian-pengajian maupun dari membaca kitab-kitab. Namun boleh jadi sebagian dari kita belum mempelajarinya, baik dari menghafalnya, atau dari memahami makna serta kandungan do’a ini, bahkan dari mengucapkannya ketika kita tertimpa kesusahan.
Do’a yang agung ini mengandung 4 perkara yang agung pula. Wajib untuk mengilmui dan memahaminya agar do’a ini benar-benar memberikan faidah bagi yang berdo’a. Keempat perkara tersebut adalah:
1. MEREALISAKSIKAN TAUHIDULLAH
Yaitu mewujudkan kemurnian ‘ubudiyyah (ibadah dan penghambaan diri) hanya kepada Allah. Jika engkau menginginkan hilangnya kesusahan dan kesempitan dari hidupmu, maka wujudkanlah ‘ubudiyyah hanya kepada-Nya. Camkanlah bagaimana ikrar ‘ubudiyyah tersirat dari do’a yang agung ini. Engkau mengucapkan: “Wahai Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan perempuan...”, ucapan ini bermakna; aku hanya menyeru kepada-Mu, mengharap kepada-Mu, meminta kepada-Mu, bersandar kepada-Mu, dan aku hanya kembali kepada-Mu. Kalimat: “aku adalah hamba-Mu...” juga mengandung makna; aku hanya menyembah-Mu, menghinakan diri kepada-Mu, Engkau yang menciptakan aku, Engkau yang menjadikan aku ada setelah sebelumnya aku tidak ada, dan Engkaulah yang memegang kendali setiap urusanku.
Adapun kalimat “aku adalah anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan perempuan..” bermakna; aku adalah anak dari ayahku, kakekku, sampai ke Nabi Adam, yang mana mereka semua adalah hamba-Mu tanpa terkecuali. Dan aku adalah anak dari ibuku, sampai ke Hawa, yang mana mereka semua adalah hamba-Mu tanpa terkecuali.
Tentang hal ini terdapat 4 buah hadits yang menguatkan kesimpulan bahwa Tauhidullah adalah penghilang utama kesusahan dan kesempitan hidup manusia.
Hadits Pertama: Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam ketika dalam kondisi susah, beliau mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah, Yang Mahaagung dan Mahalembut. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah, Tuhan ‘Arsy yang besar. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah, Tuhan langit, Tuhan bumi dan Tuhan ‘Arsy yang mulia.” [Hadits Shahih, Shahih Bukhari: 6346, Shahih Muslim: 2703]
Jika makna do’a di atas benar-benar merasuk ke dalam hati dan telah menguasainya, maka hati akan disibukkan oleh hakikat dan tujuan terbesar dalam hidupnya, yaitu Allah. Sehingga segala rasa sakit dan susah di dunia, segenap masalah sebesar apapun itu, akan menjadi kecil bahkan sirna tanpa ada sisa.
Hadits Kedua: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berkata kepada Asma’ binti ‘Umais; “Maukah engkau aku ajarkan beberapa kalimat yang bisa engkau ucapkan ketika tertimpa kesusahan? Yaitu engkau mengucapkan:
 اللهُ، اللهُ رَبِّيْ لاَ أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
Allah..., Allah Tuhanku, aku tidak berbuat syirik terhadap-Nya sedikitpun.” [Hadits Shahih, riwayat Abu Dawud, lih. Shahihut Targhib: 1824]
Hadits Ketiga: Dari Abu Bakrah Radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah mengajarkan do’a bagi mereka yang tertimpa kesusahan:
اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُوْا، فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْـسِيْ طَرْفَتَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
Ya Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau tinggalkan aku bergantung pada diriku sendiri walaupun hanya sekejap mata, dan perbaikilah segala urusanku, Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali hanya Engkau seorang.” [Hadits Hasan, riwayat Abu Dawud, lih. Shahihul Jami’: 3388]
Hadits Keempat: Dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda: “Do’a Nabi Yunus (Dzun Nuun) ketika dia terpenjara di dalam perut ikan:
لاَ إِلَهَ إِلاَ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) selain Engkau, Mahasuci Engkau, sungguh aku termasuk orang yang telah berbuat zhalim.” Tidaklah seseorang berdo’a dengannya (menggunakan kalimat tersebut) dalam kondisi apapun, melainkan pasti Allah akan mengabulkan (do’a)nya.’” [Hadits Shahih, riwayat at-Tirmidzi, lih. Shahihul Jami’: 3383]
Keempat do’a di atas (jika direnungkan maknanya) maka sangat jelas bahwa keempat-empatnya mengandung hakikat makna kalimat tauhid “Laa ilaaha illallaah”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa; Tauhidullah adalah obat yang paling mujarab dan paling cepat dalam memusnahkan rasa susah, sakit, sedih, dan gundah gulana.
PENTING untuk dicatat, bahwa do’a-do’a di atas hanya akan manjur dengan syarat; orang yang mengamalkannya benar-benar memahami, meyakini makna dan mewujudkan konsekuensi-konsekuensi dari do’a tersebut. Sehingga bagi orang yang bergantung kepada selain Allah -misalkan-, baik itu kuburan orang-orang sholeh atau benda-benda “keramat” yang dianggap sakti, maka do’a-doa’ di atas tidak ada faidahnya sama sekali. Bahkan orang tersebut akan selalu terbelenggu dalam perbudakan makhluk, kesusahan dan kesempitan hidupnya tidak akan pernah sirna karena ia telah berbuat syirik kepada Allah, dan melanggar konsekuensi-konsekuensi dari makna do’a-do’a tersebut.
2. IMAN PADA TAKDIR ALLAH  
Takdir adalah ketentuan Allah yang telah tetap atas semua makhluk-Nya. Termasuk di dalamnya kesusahan hidup, musibah, kemiskinan dan kemelaratan, juga kebahagiaan dan kesenangan.  Sekalipun musibah terasa pahit, namun tetap itu adalah takdir Allah Yang Mahaadil yang tidak akan pernah zhalim kepada makhluk-Nya. Keridhaan menerima takdir Allah (khususnya yang pahit) dengan sabar, justru akan mendatangkan ketenangan hidup, mengobati hati yang susah, dan melapangkan kesempitan di dalam dada.
Oleh karena itu di dalam do’a (yang sedang dikupas) ini terdapat ikrar akan takdir Allah, yaitu pada kalimat; “ubun-ubunku berada dalam genggaman tangan-Mu, telah tetap hukum-Mu terhadapku, sungguh adil ketentuan (takdir)-Mu atasku...”
Allah berfirman (artinya): “Tidaklah suatu musibah menimpa, melainkan dengan izin Allah. Barangsiapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan memberi petunjuk pada hatinya.” [QS. at-Taghabun: 11]
Ulama salaf menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “orang yang beriman kepada Allah” dalam ayat di atas adalah: “hamba mukmin yang apabila ditimpa musibah, dengan segera ia mengetahui bahwa musibah tersebut datang dari Allah, lantas ia ridha dan menyerah diri kepada Allah.” [Aatsarul Adzkaar as-Syar’iyyah hal. 30, Syaikh ‘Abdurrazzaq al-Badr]
3. TAWASSUL DENGAN “ASMA’ ALLAH”
Bertawassul menggunakan Nama-Nama dan Sifat Allah adalah salah satu cara berdo’a yang paling disyari’atkan dalam Islam, dan pengaruhnya pun sangat ampuh. Allah berfirman:
وَلِلّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَدْعُوْهُ بِهَا
Allah memiliki Nama-Nama yang husna, maka berdo’alah dengannya..” [QS. al-A’raaf: 180]
Terdapat banyak hadits shahih yang menunjukkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam sering kali berdo’a menggunakan wasilah Nama dan Sifat Allah, salah satunya adalah do’a yang sedang dikupas ini, menjadikan Nama-Nama Allah sebagai wasilah. Yaitu pada kalimat: “...Aku memohon kepada-Mu dengan (wasilah) Nama-Nama-Mu, ...dst”
Do’a yang sedang dikupas ini menjadi dalil bahwa ada Nama-Nama Allah yang masih bersifat rahasia di sisi-Nya. Sehingga Nama-Nama Allah (yang juga mencerminkan Sifat-Sifat-Nya) tidak bisa dibatasi (apalagi hanya sebatas 20 Sifat saja-red). Di akhirat kelak akan terbukti kedahsyatan do’a Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam saat beliau bertawassul menggunakan Nama-Nama Allah yang masih rahasia itu, ketika manusia meminta syafa’at beliau agar hisab mereka disegerakan oleh Allah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
فَأَنْطَلَقُ فَآتِيْ تَحْتَ الْعَرْشِ فَأَقَعُ سَاجِدًا لِرَبِّي ثُمَّ يَفْـتَحُ اللهُ عَلَيَّ وَيُلْهِمُـنِيْ مِنْ مَحَـامِدِهِ وَحُسْنِي الثَّنَاءِ عَلَيْهِ شَيْئًا لَمْ يَفْتَحْهُ لأحَدٍ قَبْلِيْ
Kemudian aku mendatangi (Allah), di bawah ‘Arsy aku bersujud untuk Rabb-ku, kemudian Allah membukakan bagiku, dan mengilhamkan aku untaian (kalimat) puji-pujian terbaik bagi-Nya, yang belum pernah dibukakan untuk seorang pun sebelumku.” [Shahih Bukhari: 4812, Shahih Muslim: 194]
4. MEMBACA & MENGAMALKAN AL-QUR-AN
Dalam do’a ini terdapat kalimat: “...agar sudi kiranya Engkau jadikan al-Qur-an sebagai “hujan musim semi” dalam hatiku, cahaya di dadaku, penghilang kesedihanku dan kesusahanku.”
Tidaklah kita diselimuti oleh kabut kesusahan dan kesempitan hidup melainkan karena kita jauh dari al-Qur-an, baik itu dari membacanya, memahaminya, dan terlebih-lebih lagi dari mengamalkan tuntunannya.  Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (artinya):
Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah untuk membaca al-Qur-an dan saling mempelajarinya, melainkan pasti Allah akan menurunkan di antara mereka as-Sakinah (ketenangan), mereka akan diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para Malaikat, dan dipuji oleh Allah di hadapan makhluk-makhluk yang berada dekat dengan-Nya.” [Shahih Muslim: 2699 dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu]
***
(Disadur secara bebas oleh Redaksi al-Hujjah dari makalah yang berjudul “Aatsarul Adzkaar asy-Syar’iyyah fii Thorodil Hammi wal Ghommi” karya Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq ‘Abdulmuhsin al-Badr, Cet. I/1431 H, Madina-KSA.) Muroja’ah: Ust. Mizan, Lc.

Rahasia Dan Fakta Ayat Kursi

Dalam sebuah hadis, ada menyebut perihal seekor syaitan yang duduk

di atas pintu rumah. Tugasnya ialah untuk menanam keraguan di hati
suami terhadap kesetiaan isteri di rumah dan keraguan di hati
isteri terhadap kejujuran suami di luar rumah. Sebab itulah
Rasulullah tidak akan masuk rumah sehingga Baginda mendengar
jawaban salam dari isterinya. Di saat itu syaitan akan lari
bersama-sama dengan salam itu.

Hikmat Ayat Al-Kursi mengikut Hadis-hadis:

1) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi bila berbaring di tempat
tidurnya, Allah SWT mewakilkan dua orang Malaikat memeliharanya
hingga subuh.

2) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir setiap sembahyang
Fardhu, dia akan berada dalam lindungan Allah SWT hingga
sembahyang yang lain.

3) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir tiap sembahyang,
dia akan masuk syurga dan barang siapa membacanya ketika hendak
tidur, Allah SWT akan memelihara rumahnya dan rumah-rumah
disekitarnya.

4) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir tiap-tiap shalat
fardhu, Allah SWT menganugerahkan dia setiap hati orang yang
bersyukur, setiap perbuatan orang yang benar, pahala nabi2, serta
Allah melimpahkan rahmat padanya.

5) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi sebelum keluar rumahnya,
maka Allah SWT mengutuskan 70,000 Malaikat kepadanya – mereka
semua memohon keampunan dan mendoakan baginya.

6) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir sembahyang, Allah
SWT akan mengendalikan pengambilan rohnya dan dia adalah seperti
orang yang berperang bersama Nabi Allah sehingga mati syahid.

7) Barang siapa yang membaca ayat Al-Kursi ketika dalam kesempitan
niscaya Allah SWT berkenan memberi pertolongan kepadanya.

Kamis, 03 Maret 2011

Hidup Mulia dengan Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (ertinya): “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suri tauladan yang baik bagi kalian (iaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari akhir dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab: 21)
Para pembaca yang mulia, semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa mencurahkan rahmat dan taufiq-Nya kepada kita semua. Sibuk dengan ritual keagamaan belum menjadi jaminan seseorang telah shalih, alim, atau ahli ketaatan. Penampilan seseorang dalam beragama hendaknya diukur sejauh mana dirinya menerapkan amal shalih yang didasari keikhlasan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tanpa dua prinsip dasar yang harus selalu beriringan ini, maka amaliah seseorang akan menjadi sia-sia. Ia akan mendapatkan kehampaan pahala dan terseret ke arah amaliah yang jauh dari agama Islam itu sendiri.
Tentu merupakan sebuah kewajiban setiap muslim untuk beramal dalam agama Islam ini dengan mengikuti segala apa yang diperintahkan dan dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beragama yang baik dan benar bukanlah dengan dasar mengikuti amal perbuatan kebanyakan orang, bukan pula dengan mengikuti semangat yang menggebu semata atau kerana kagum dengan  tokoh tertentu. Akan tetapi menjalankan agama secara baik dan benar haruslah selaras dengan landasan keikhlasan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan amalannya mengikuti apa yang telah dituntunkan oleh rasul-Nya.
Kewajiban Mengikuti Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan Mengagungkannya
Mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan perkara yang besar dan agung. Yang memerlukan bukti dan amalan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ironisnya keadaan pada saat ini justeru terjadi sebaliknya, fenomena yang ada pada sebahaagian kaum muslimin enggan menerima, mengabaikannya, bahkan mengolok-oloknya. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (ertinya):
“Dan apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka lakukanlah sedang apa yang beliau larang darinya maka tinggalkanlah.” (Al Hasyr: 7)
“Barangsiapa yang menaati Rasul bererti ia telah menaati Allah.” (An Nisa’: 80)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah ia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Al Ahzab: 36)
Ketiga ayat di atas menunjukkan secara tegas bagaimana semestinya sikap seorang muslim menempatkan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, iaitu wajib mengambilnya. Hal ini merupakan kewajiban yang tidak ada tawar-menawar lagi. Kemudian menjadikan sunnah tersebut sebagai pedoman dalam melangkah dan melakukan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh kerana itu, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai penjelas Al-Qur’an bukan sekadar menyampaikan atau membacakannya secara lafazh saja, sebagaimana dalam firman-Nya ertinya):
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” (An Nahl: 44)
Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Saya mewasiatkan bagi kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pimpinan, walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Kerana sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku ia akan melihat perbezaan yang banyak, maka di saat seperti itu wajib atas kalian bepegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Al Khulafa’ Ar Rasyidin. Gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian! Jauhilah perkara-perkara yang baru (bid’ah) kerana sesungguhnya semua bid’ah itu sesat!” (Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi dari hadits Al Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’, no. 2549)
Barakah Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Ketahuilah! Siapa saja dari umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berupaya untuk senantiasa mengikuti dan mentaati beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan ikhlas serta menjadikannya sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari, maka sungguh ia akan mendapatkan sekian banyak keutamaan yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya adalah sebagaimana keterangan berikut ini:
1. Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Merupakan Sebab Diterimanya Suatu Amalan
Telah kita ketahui bersama bahawa dua prinsip dasar yang harus selalu beriringan dalam melandasi suatu amal agar diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala adalah keikhlasan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebaliknya, apabila hilang salah satu dari keduanya, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan hendaknya kita khawatir suatu amal shalih yang kita kerjakan akan ditolak atau tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak pernah kami perintahkan, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu keutamaan terbesar dalam Ittiba’us Sunnah (mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) adalah diterimanya suatu amalan.
Al Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Dalam mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terdapat keberkatan dalam mengikuti syari’at, meraih keredhaan Allah subhanahu wa ta’ala, meninggikan darjat, mententeramkan hati, menenangkan badan, membuat marah syaitan, dan berjalan di atas jalan yang lurus.” (Dharuratul Ihtimam, hal. 43)
2. Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Membuahkan Persatuan Kaum Muslimin
Para pembaca yang mulia, setiap muslim tentu sangat merindukan terwujudnya perpaduan kaum muslimin. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahawa perpaduan merupakan perkara yang diredha dan diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan perpecahan merupakan perkara yang dibenci dan dilarang oleh-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (ertinya): “Dan berpegang-teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.” (Ali Imran: 103)
Al Imam Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah telah memerintahkan kepada mereka (umat Islam) untuk bersatu dan melarang mereka dari perpecahan. Di dalam banyak hadits juga terdapat larangan dari perpecahan dan perintah untuk bersatu dan berkumpul.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/367)
Adapun asas bagi perpaduan yang diredhai dan diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bukan berasaskan kesukuan, organisasi, kelompok, daerah, parti, dan sebagainya. Akan tetapi asasnya adalah: Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan pemahaman As-Salafush Shalih (para shahabat Rasulullah, para tabi’in, dan tabi’ut tabi’in).
Al Imam Al Qurthubi rahimahullah ketika menjelaskan ayat 103 surat Ali Imran di atas menyatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan kitab-Nya (Al Qur’an) dan sunnah nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya di saat terjadi perselisihan. Allah subhanahu wa ta’ala juga memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al Qur’an dan As Sunnah dalam hal keyakinan dan amalan. Hal ini agar kaum muslimin bersatu dan tidak tercerai-berai, sehingga akan meraih kemaslahatan dunia dan agama, serta selamat dari perselisihan. (Lihat Tafsir Al Qurthubi, 4/105)
Mengapa harus dengan pemahaman As Salafus Shalih (para shahabat Rasulullah, para tabi’in, dan tabi’ut tabi’in)?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Sebagaimana tidak ada generasi yang lebih sempurna dari generasi para shahabat, maka tidak ada pula kelompok setelah mereka yang lebih sempurna dari para pengikut mereka. Maka dari itu, siapa saja yang lebih kuat dalam mengikuti hadits Rasulullah dan sunnahnya, serta jejak para shahabat, maka ia lebih sempurna. Kelompok yang seperti ini keadaannya, akan lebih utama dalam hal persatuan, petunjuk, berpegang teguh dengan tali (agama) Allah, dan lebih terjauhkan dari perpecahan, perselisihan, dan fitnah. Dan barangsiapa yang menyimpang jauh dari itu (Sunnah Rasulullah dan jejak para sahabat), maka ia akan semakin jauh dari rahmat Allah dan semakin terjerumus ke dalam fitnah.” (Minhajus Sunnah, 6/368)
3. Pahala Besar Bagi Orang Yang Berpegang Teguh Dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Dari shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, kesabaran di hari itu seperti menggenggam bara api, bagi yang beramal (dengan Sunnah Nabi) pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh.” Ada seseorang yang bertanya: “Lima puluh dari mereka, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Pahala lima puluh dari kalian.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi, lihat Silsilah Ash Shahihah, no. 494)
4. Jaminan Istiqomah dan Hidayah Bagi Orang Yang Berpegang Teguh dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Selama seseorang berada di atas Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia akan tetap berada di atas jalan istiqomah. Sebaliknya, jika tidak demikian, bererti ia telah menyimpang dari jalan yang lurus. Sebagaimana yang dikatakan oleh shahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu:
“Manusia akan senantiasa berada di atas jalan yang lurus selama mereka mengikuti jejak Nabi.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 197).
Shahabat ‘Urwah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Mengikuti sunnah-sunnah Nabi adalah tonggak penegak agama.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 198).
Salah seorang tabi’in bernama Ibnu Sirin mengatakan: “Dahulu mereka mengatakan: selama seseorang berada di atas jejak Nabi, maka ia berada di atas jalan yang lurus.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 200)
Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (ertinya): “Dan jika kalian mentaatinya nescaya kalian akan mendapatkan hidayah.” (An Nur: 54)
Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata: “Jika kalian mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam nescaya kalian akan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus, baik ucapan maupun perbuatan. Dan tidak ada jalan untuk mendapatkan hidayah melainkan dengan mentaatinya, dan tanpa (mentaatinya) tidak mungkin (akan mendapatkan hidayah) bahkan mustahil.” (Tafsir As Sa’di, hal. 521)
5. Mendapatkan Cinta dari Allah subhanahu wa ta’ala dan akan masuk Al Jannah (syurga)
Para pembaca yang mulia, bukankah kita semua ingin mendapatkan cinta dari Allah? Ketahuilah! Bahawa cinta dari Allah subhanahu wa ta’ala hanya akan diperoleh dengan mengikuti dan mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala (artinya):
“Katakanlah (wahai Muhammad!): “Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku! Nescaya Allah pasti akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali Imran: 31)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Setiap umatku akan masuk Al Jannah (surga) kecuali orang yang enggan.” Para shahabat bertanya: “Siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang mentaatiku, ia akan masuk Al Jannah dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh ia telah enggan.” (HR. Al Bukhari)
Wahai saudaraku sesama muslim! Sepatutnya bagi kita semua selalu berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menyesuaikan segala amal ibadah kita dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berdasarkan dalil-dalil shahih. Dan kita tidak akan dapat mengetahuinya melainkan dengan belajar ilmu syar’i (agama).
Penutup
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menolong kita untuk senantiasa mempelajari ilmu agama Islam ini yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman para shahabat nabi radhiyallahu ‘anhum di bawah bimbingan ulama` pewaris Nabi. Dan memberikan kekuatan serta keistiqomahan dalam menjalankan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar tergapai kemuliaan hidup yang hakiki di dunia maupun akhirat.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Rabu, 02 Maret 2011

Perjalanan ke Thaif

Bukhari meriwayatkan dari Urwah, bahwa Aisyah ra. isteri Nabi SAW bertanya kepada Nabi SAW katanya: 'Adakah hari lain yang engkau rasakan lebih berat dari hari di perang Uhud?' tanya Aisyah ra. 'Ya, memang banyak perkara berat yang aku tanggung dari kaummu itu, dan yang paling berat ialah apa yang aku temui di hari Aqabah dulu itu. Aku meminta perlindungan diriku kepada putera Abdi Yalel bin Abdi Kilai, tetapi malangnya dia tidak merestui permohonanku! 'Aku pun pergi dari situ, sedang hatiku sangat sedih, dan mukaku muram sekali, aku terus berjalan dan berjalan, dan aku tidak sadar melainkan sesudah aku sampai di Qarnis-Tsa'alib. Aku pun mengangkat kepalaku, tiba-tiba aku terlihat sekumpulan awan yang telah meneduhkanku, aku lihat lagi, maka aku lihat Malaikat jibril alaihis-salam berada di situ, dia menyeruku: 'Hai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar apa yang dikatakan kaummu tadi, dan apa yang dijawabnya pula. Sekarang Allah telah mengutus kepadamu bersamaku Malaikat yang bertugas menjaga bukit-bukit ini, maka perintahkanlah dia apa yang engkau hendak dan jika engkau ingin dia menghimpitkan kedua-dua bukit Abu Qubais dan Ahmar ini ke atas mereka, niscaya dia akan melakukannya!' Dan bersamaan itu pula Malaikat penjaga bukit-bukit itu menyeru namaku, lalu memberi salam kepadaku, katanya: 'Hai Muhammad!' Malaikat itu lalu mengatakan kepadaku apa yang dikatakan oleh Malaikat Jibril AS tadi. 'Berilah aku perintahmu, jika engkau hendak aku menghimpitkan kedua bukit ini pun niscaya aku akan lakukan!' 'Jangan... jangan! Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun... !', demikian jawab Nabi SAW.

Musa bin Uqbah menyebut di dalam kitab 'Al-Maghazi' dari Ibnu Syihab katanya, bahwa Rasulullah SAW apabila pamannya, Abu Thalib, meninggal dia keluar menuju ke Tha'if dengan harapan agar penduduknya akan melindunginya di sana. Maka beliau menemui tiga pemuka Tsaqif, dan mereka itu bersaudara, yaitu: Abdi Yalel, Khubaib dan Mas'ud dari Bani Amru. Beliau menawarkan mereka untuk melindunginya serta mengadukan halnya dan apa yang dibuat oleh kaumnya terhadap dirinya sesudah kematian Abu Thalib itu, namun bukan saja mereka menolakbeliau, tetapi mereka menghalaunya dan memperlakukan apa yang tidak sewajarnya.(Fathul Bari 6:198 - dari sumber Ibnu Ishak, Shahjh Bukhari 1:458, dan berita ini dikeluarkan juga oleh Muslim dan Nasa'i).

Abu Nu'aim memberitakan dengan lebih lengkapl dari Urwah bin Az-Zubair ra. katanya: Apabila Abu Thalib meninggal, maka semakin bertambahlah penyiksaan kaum Quraisy ke atas Nabi SAW Maka beliau berangkat ke Tha'if untuk menemui suku kaum Tsaqif dengan harapan penuh, bahwa mereka akan dapat melindunginya dan mempertahankannya. Beliau menemui tiga orang dari pemuka suku kaum Tsaqif, dan mereka itu pula adalah bersaudara, yaitu: Abdi Yalel, Kbubaib dan Mas'ud, semua mereka putera-putera dari Amru, lalu beliau menawarkan dirinya untuk diberikan perlindungan, di samping beliau mengadukan perbuatan jahat kaum Quraisy terhadap dirinya, dan apa yang ditimpakan ke atas pengikut-pengikutnya. Maka berkata salah seorang dari mereka: Aku hendak mencuri kelambu Ka'bah, jika memang benar Allah mengutusmu sesuatu seperti yang engkau katakan tadi?! Yang lain pula berkata: Demi Allah, aku tidak dapat berkatakata kepadamu, walau satu kalimah sesudah pertemuan ini, sebab jika engkau benar seorang Utusan Allah, niscaya engkau menjadi orang yang tinggi kedudukannya dan besar pangkatnya, tentu tidak boleh aku berbicara lagi kepadamu?! Dan yang terakhir pula berkata: Apakah Allah sampai begitu lemah untuk mengutus orang selain engkau? Semua kata-kata pemuka Tsaqif kepada RasuluUah SAW itu tersebar dengan cepat sekali kepada suku kaumnya, lalu mereka pun berkumpul mengejek-ngejek beliau dengan kata-kata itu.

Kemudian ketika beliau hendak pergi meninggalkan Tha'if itu, mereka berbaris di tengah jalannya dua barisan, mereka mengambil batu, lalu melempar beliau, setiap beliau melangkahkan kakinya batu-batu itu mengenai semua tubuh beliau sehingga luka-luka berdarah, dan sambil mereka melempar, mereka mengejek dan mencaci. Setelah bebas dari perbuatan suku kaum Tsaqif itu, beliau terlihat sebuah perkebunan anggur yang subur di situ. Beliau berhenti di salah satu pepohonannya untuk beristirahat dan membersihkan darah yang mengalir dari kaki dan tubuhnya yang lain, sedang hatinya sungguh pilu dan menyesal atas perlakuan kaum Tha'if itu.

Tidak lama kemudian terlihatlah Utbah bin Rabi'ah dan Syaibah bin Rabi'ah yang baru sampai di situ. Beliau enggan datang menemui mereka, disebabkan permusuhan mereka terhadap Allah dan RasulNya dan penentangan mereka terhadap agama yang diutus Allah kepadanya. Tetapi Utbah dan Syaibah telah menyuruh hamba mereka yang bemama Addas untuk datang kepada beliau membawa sedikit anggur untuknya, dan Addas ini adalah seorang yang beragama kristen dari negeri Niniva (kota lama dari Iraq). Apabila Addas datang membawa sedikit anggur untuk beliau, maka beliau pun memakannya, dan sebelum itu membaca 'Bismillah!' Mendengar itu Addas keheranan, kerana tidak pernah mendengar orang membaca seperti itu sebelumnya.

'Siapa namamu?' tanya Nabi SAW 'Addas!' 'Dari mana engkau?' tanya beliau lagi. 'Dari negeri Niniva!' jawab Addas. 'Oh, dari kota Nabi yang saleh, Yunus bin Matta!' Mendengar jawaban Nabi itu, Addas menjadi lebih heran dari mana orang ini tahu tentang Nabi Yunus bin Matta? Dia tidak sabar lagi hendak tahu, sementara tuannya Utbah dan Syaibah melihat saja kelakuan hambanya yang terlihat begitu mesra dengan Nabi SAW itu. 'Dari mana engkau tahu tentang Yunus bin Matta?!' Addas keheranan. 'Dia seorang Nabi yang diutus Allah membawa agama kepada kaumnya,' jawab beliau. Beliau lalu menceritakan apa yang diketahuinya tentang Nabi Yunus AS itu, dan sudah menjadi tabiat beliau, beliau tidak pernah memperkecilkan siapa pun yang diutus Allah untuk membawa perutusannya. Mendengar semua keterangan dari Rasulullah SAW Addas semakin kuat mempercayai bahwa orang yang berkata-kata dengannya ini adalah seorang Nabi yang diutus Allah. Lalu dia pun menundukkan kepalanya kepada beliau sambil mencium kedua tapak kaki beliau yang penuh dengan darah itu.

Melihat kelakuan Addas yang terakhir ini, Utbah dan Syaibah semakin heran apa yang dibuat sang hamba itu. Apabila kembali Addas kepada mereka, mereka lalu bertanya: 'Addas! Mari ke mari!' panggil mereka. Addas datang kepada tuannya menunggu jika ada perintah yang akan disuruhnya. 'Apa yang engkau lakukan kepada orang itu tadi?' 'Tidak ada apa-apa!' jawab Addas. 'Kami lihat engkau menundukkan kepalamu kepadanya, lalu engkau menciurn kedua belah kakinya, padahal kami belum pemah melihatmu berbuat seperti itu kepada orang lain?!' Addas mendiamkan diri saja, tidak menjawab. 'Kenapa diam? Coba beritahu kami, kami ingin tahu?' pinta Utbah dan Syaibah. 'Orang itu adalah orang yang baik, dia menceritakan kepadaku tentang seorang Utusan Allah atau Nabi yang diutus kepada kaum kami, 'jawab Addas. 'Siapa namanya Nabi itu?' 'Yunus bin Matta' jawab Addas lagi. 'Lalu?' 'Dia katakan, dia juga Nabi yang diutus!'Addas berkata jujur. 'Dia Nabi?!' Utbah dan Syaibah tertawa terbahak-bahak, sedang Addas mendiamkan diri melihatkan sikap orang yang mengingkari kebenaran Allah. 'Eh, engkau bukankah kristen?' 'Benar,'jawab Addas. 'Tetaplah saja dalam kristenmu itu! Jangan tertipu oleh perkataan orang itu!' Utbah dan Syaibah mengingatkan Addas. 'Dia itu seorang penipu, tahu tidak?!' Addas terus mendiamkan dirinya . Sesudah itu, Rasuluilah SAW kembali ke Makkah dengan hati yang kecewa sekali. (Dala'ilun-Nubuwah, hal. 103)

Penderitaan Nabi SAW (4)

Bazzar dan Thabarani telah memberitakan dari Abdullah bin Mas'ud r. a. katanya: Satu peristiwa, ketika Rasulullah SAW bersembahyang di Masjidil Haram, dan ketika itu pula Abu jahal bin Hisyam, Syaibah dan Utbah keduanya putera dari Rabi'ah, Uqbah bin Abu Mu'aith, Umaiyah bin Khalaf dan dua orang yang lain, semua mereka tujuh orang, mereka sekalian sedang duduk di Hijir, dan Rasuluilah SAW pula sedang asyik bersembahyang, dan apabila beliau bersujud, selalunya beliau memanjangkan sujudnya. Maka berkatalah Abu Jahal: 'Siapa berani pergi ke kandang unta suku Bani fulan, dan mengambil taiknya untuk mencurahkan ke atas kedua bahunya, bila dia sedang sujud nanti?' 'Aku!' jawab Uqbah bin Abu Mu'aith, orang yang paling jahat di antara yang tujuh di situ. Lalu Uqbah pergi mengambil taik unta itu, dan diperhatikannya dari jauh, apabila Rasulullah SAW bersujud dicurahkan taik unta itu ke atas kedua bahunya.

Berkata penyampai cerita ini, Abdullah bin Mas'ud ra.: Aku melihat perkara itu, tetapi aku tidak berdaya untuk menghalangi atau melawan kaum Quraisy itu. Aku pun bangun dan meninggalkan tempat itu dengan perasaan kesal dan sedih sekali. Kemudian aku mendengar, bahwa Fathimah, puteri Rasulullah SAW datang dan membuangkan kotoran itu dari bahu dan tengkuk beliau. Kemudian dia mendatangi mereka yang melakukan perbuatan buruk itu, sambil memaki mereka, tetapi mereka diam saja, tidak menjawab apa pun. Ketika itu Rasulullah SAW pun mengangkat kepalanya, sebagaimana beliau mengangkat kepala sesudah sempurna sujud. Apabila sudah selesai dari sembahyangnya, beliau lalu berdoa: Ya Allah! Ya Tuhanku! Balaslah kaum Quraisy itu atas penganiayaannya kepadaku! Balaslah atas Utbah, Uqbah, Abu Jahal dan Syaibah! Sekembalinya dari masjid, beliau telah ditemui di jalanan oleh Abul Bukhturi yang di tangannya memegang cambuknya.
Bila Abul Bukhturi melihat wajah Nabi SAW dia merasa tidak senang, karena dia tahu ada sesuatu yang tidak baik terjadi terhadap dirinya: 'Hai Muhammad! Mengapa engkau begini?' tegur Abul Bukhturi. 'Biarkanlah aku!' jawab Nabi SAW ' Tuhan tahu, bahwa aku tidak akan melepaskanmu sehingga engkau memberitahuku, apa yang terjadi pada dirimu terlebih dulu?!' Abul Bukhturi mendesak Nabi SAW untuk memberitahunya apa yang telah terjadi. Apabilla dilihatnya beliau masih mendiamkan diri, dia berkata lagi: 'Aku tahu ada sesuatu yang terjadi pada dirimu, sekarang beritahu!' pinta Abul Bukhturi lagi Apabila Nabi SAW melihat bahwa Abul Bukhturi tidak mau melepaskannya, melainkan sesudah beliau memberitahunya apa yang terjadi, maka beliau memberitahunya apa yang terjadi: 'Abu jahal membuat angkara!' beritahu Nabi SAW 'Abu jahal lagi? Memang sudah aku kira, apa yang dibuat kepadamu kali ini?!' tanya Abul Bukhturi lagi. 'Dia menyuruh orang meletakkan kotoran unta ke atas badanku ketika aku sedang bersujud dalam sembahyangku,' jelas Nabi SAW 'Mari ikut aku ke Ka'bah,' bujuk Abul Bukhturi.

Abul Bukhturi dan Nabi SAW pun pergi ke Ka'bah dan terus menuju ke arah tempat duduk Abu jahal. Abul Bukhturi kelihatan marah sekali. 'Hai Bapaknya si Hakam!' teriak Abul Bukhturi. 'Engkau yang menyuruh orang meletakkan kotoran unta ke atas badan Muhammad ini?' katanya dengan keras. 'Ya,' jawab Abu Jahal. 'Apa yang engkau mau?' Abul Bukhturi tidak banyak bicara, melainkan ditariknya cambuknya lalu dipukulnya kepala Abu jahal berkali-kali. Orang ramai di situ lari berhamburan, dan teman-teman Abu jahal hiruk-pikuk menyalahkan Abul Bukhturi. 'Celaka kamu!' jerit Abu Jahal memprotes, dan badannya terlihat kesakitan karena pukulan cambuk Abul Bukhturi itu.' Dia layak diperlakukan begitu, karena dia menimbulkan permusuhan di antara kita sekalian, agar terselamat pula dia dan kawan-kawannya... !' tambah Abu jahal lagi. (Majma'uz Zawa'id 6:18)

Menurut Ahmad yang meriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud ra. katanya: Aku lihat semua orang yang dijanjikan Nabi SAW akan mati itu, semuanya terbunuh di medan Badar, tiada seorang pun yang terselamat. (Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:44)

Penderitaan Nabi SAW (3)

Ahmad memberitakan dari Urwah bin Az-Zubair dari Abdullah bin Amru ra. bahwa Urwah pernah bertanya kepada Abdullah: 'Tolong beritahu aku apa yang pernah engkau lihat dari kaum Quraisy ketika mereka menunjukkan permusuhannya kepada Rasulullah SAW?'. Abdullah bercerita: Aku pernah hadir dalam salah satu peristiwa ketika para pemuka Quraisy bermusyawarah di tepi Hijir (Ka'bah), mereka berkata: Apa yang kita tanggung sekarang lebih dari yang dapat kita sabar lagi dari orang ini! Dia telah mencaci nenek-moyang kita, memburuk-burukkan agama kita, memporak-perandakan persatuan kita, dan mencerca tuhan-tuhan kita, siapa lagi yang dapat bersabar lebih dari kita ... !'

Di tengah mereka berbincang-bincang itu, tiba-tiba muncullah Rasulullah SAW datang dan langsung menghadap sudut Ka'bah, lalu beliau bertawaf keliling Ka'bah, dan apabila beliau berlalu di tempat kaum Quraisy itu sedang duduk, mereka melontarkan beberapa perkataan kepadanya, namun beliau hanya berdiam diri belaka. Apabila beliau bertawaf kali kedua, mereka tetap menyampaikan kata-kata mengejek, namun beliau tidak berkata apa pun. Tetapi pada tawaf keliling ketiga, bila mereka mengejek-ngejek lagi, beliau lalu berhenti seraya berkata kepada mercka: 'Hai pemuka Quraisy! Dengarlah baik-baik! Demi jiwa Muhammad yang berada di dalam genggaman Tuhan, sebenarnya aku ini mendatangi kamu untuk menyembelih kamu!' Mendengar itu, semua orang yang di situ merasa berat sekali, sehingga setiap seorang di antara mereka merasakan seolah-olah burung besar datang untuk menyambarnya, sampai ada orang yang tidak sekeras yang lain datang untuk menenangkan perasaan beliau supaya tidak mengeluarkan kata-kata yang mengancam, karena mereka sangat bimbang dari kata-katanya. 'Kembalilah sudah, wahai Abu Al-Qasim!' bujuk mereka. 'Janganlah engkau sampai berkata begitu! Sesungguhnya kami sangat bimbang dengan kata-katamu itu!' Rasuluilah SAW pun kembalilah ke rumahnya.

Kemudian pada hari besoknya, mereka datang lagi ke Hijir (Ka'bah) itu dan berbicarakan permasalahan yang sama, seperti kemarin, dan aku duduk di antara mereka mendengar pembicaraan mereka itu. 'Kamu semua cuma berani berkata saja, cuma berani mengumpat sesama sendiri saja, kemudian apabila Muhammad mengatakan sesuatu yang kamu tidak senang, kamu lalu merasa takut, akhirnya kamu membiarkannya!' kata yang satu kepada yang lain. 'Baiklah,' jawab mereka.' Kali ini kita sama-sama bertindak, bila dia datang nanti.' Dan seperti biasa Rasulullah SAW pun datang untuk bertawaf pada Ka'bah, maka tiba-tiba mereka melompat serentak menerkamnya sambil mereka mengikutinya bertawaf mereka mengancamnya: 'Engkau yang mencaci tuhan kami?' kata yang seseorang. 'Engkau yang memburuk-burukkan kepercayaan kami, bukan?' kata yang lain. Yang lain lagi dengan ancaman yang lain pula. Maka setiap diajukan satu soalan kepada Rasulullah SAW itu, setiap itulah dia mengatakan: 'Memang benar, aku mengatakan begitu!' Lantaran sudah tidak tertanggung lagi dari mendengar jawaban Nabi SAW itu, maka seorang dari mereka lalu membelitkan kain ridaknya pada leher beliau, sambil menyentakkannya dengan kuat. Untung Abu Bakar ra. berada di situ, lalu dia segera datang melerai mereka dari menyiksa Nabi SAW sambil berkata: 'Apakah kamu sekalian mau membunuh seorang yang mengatakan 'Tuhanku ialah Allah! 'diulanginya kata-kata itu kepada kaum Quraisy itu, dengan tangisan yang memilukan hati. Kemudian aku lihat kaum Quraisy itu meninggalkan tempat itu. Dan itulah suatu peristiwa sedih yang pernah aku lihat dari kaum Quraisy itu yang dilakukan terhadap Nabi SAW - demikian kata Abdullah bin Amru kepada Urwah bin Az-Zubair ra. (Majma'uz Zawa'id 6:16)

Penderitaan Nabi SAW (2)

Bukhari meriwayatkan dari Urwah r.a. katanya: Aku bertanya Amru bin Al-Ash ra. mengenai apa yang dideritai Nabi SAW ketika beliau berdakwah mengajak orang masuk Islam, kataku: 'Beritahu aku tentang perbuatan yang paling kejam yang pernah dibuat oleh kaum musyrikin terhadap Rasulullah SAW? Maka Amru berkata: Ketika Nabi berada di Hijir Ka'bah, tiba-tiba datang Uqbah bin Abu Mu'aith, lalu dibelitkan seutas kain pada tengkuk beliau dan dicekiknya dengan kuat sekali. Maka seketika itu pula datang Abu Bakar ra. lalu dipautnya bahu Uqbah dan ditariknyanya dengan kuat hingga terlepas tangannya dari tengkuk Nabi SAW itu. Abu Bakar berkata kepada Uqbah: 'Apakah engkau hendak membunuh orang yang mengatakan 'Tuhanku ialah Allah!' padahal dia telah membawa keterangan dari Tuhan kamu?!' (Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:46)

Suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dari Amru bin Al-Ash ra. katanya: Aku tidak pemah lihat kaum Quraisy yang hendak membunuh Nabi SAW seperti yang aku lihat pada suatu hari di bawah lindungan Ka'bah. Mereka bersepakat merencanakan pembunuhan beliau sedang mereka duduk di sisi Ka'bah. Apabila Rasulullah SAW datang dan bersembahyang di Maqam, lalu bangunlah Uqbah bin Abu Mu'aith menuju kepada Rasulullah SAW dan membelitkan kain ridaknya ke tengkuk beliau, lalu disentaknya dengan kuat sekali, sehingga beliau jatuh tersungkur di atas kedua lututnya. Orang ramai yang berada di situ menjerit, menyangka beliau telah mati karena cekikan keras dari Uqbah itu. Maka ketika itu segeralah Abu Bakar ra. datang dan melepaskan cekikan Uqbah dari Rasulullah SAW itu dari belakangnya, seraya berkata: Apa ini? Adakah engkau hendak membunuh orang yang mengatakan 'Tuhanku ialah Allah!' Uqbah pun segera berundur dari tempat Rasuluilah SAW itu kembali ke perkumpulan teman-temannya para pemuka Quraisy itu. Rasulullah SAW hanya bersabar saja, tidak mengatakan apa pun. Beliau lalu berdiri bersembahyang, dan sesudah selesai sembahyangnya dan ketika hendak kembali ke rumahnya, beliau berhenti sebentar di hadapan para pemuka Quraisy itu sambil berkata: 'Hai kaum Quraisy! Demi jiwa Muhammad yang berada di dalam genggaman Tuhan! Aku diutus kepada kamu ini untuk menyembelih kamu!' beliau lalu mengisyaratkan tangannya pada tenggorokannya, yakni beliau rnenjanjikan mereka bahwa mereka akan mati terbunuh. 'Ah, ini semua omong kosong!' kata Abu jahal menafikan ancaman Nabi SAW itu. 'Ingatlah kataku ini, bahwa engkau salah seorang dari yang akan terbunuh!' sambil menunjukkan jarinya ke muka Abu jahal. (Kanzul Ummal 2:327)


Cinta Rasul © 2008. Free Blogspot Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute