Rabu, 09 Maret 2011

Dibalik Keajaiban Do'a

Sebagai Pemusnah Kesusahan

اللّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّ

“Wahai Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan perempuan (dari ayahku hingga Adam, dan dari ibuku hingga Hawa), ubun-ubunku dalam genggaman tangan-Mu, telah tetap hukum-Mu terhadapku, sungguh adil ketentuan (takdir)-Mu atasku. Aku memohon kepada-Mu dengan (wasilah) Nama-Nama-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau yang telah Engkau ajarkan kepada salah seorang hamba-Mu, atau yang telah Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau rahasiakan di dalam ilmu ghaib di sisi-Mu; agar sudi kiranya Engkau jadikan al-Qur-an sebagai “hujan musim semi” dalam hatiku, cahaya di dadaku, penghilang kesedihanku dan kesusahanku.”
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (artinya): “Tidaklah seseorang ditimpa kesusahan ataupun kesedihan kemudian dia membaca: ...(do’a di atas)... melainkan Allah pasti akan menghilangkan kesusahan dan kesedihannya tersebut, lalu mengganti keadaannya dengan kelapangan dan kegembiraan.” Lantas ditanyakan kepada beliau: “Wahai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam! Tidakkah seharusnya kami mempelajari do’a tersebut? Maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Tentu saja, sudah sepatutnya bagi orang yang mendengar do’a ini untuk mempelajarinya.” [Hadits Shahih, riwayat Ahmad: 3712, lih. Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah No. 199]
Boleh jadi kita telah mendengar lafaz do’a di atas berkali-kali, baik dari mimbar-mimbar khutbah, atau dari pengajian-pengajian maupun dari membaca kitab-kitab. Namun boleh jadi sebagian dari kita belum mempelajarinya, baik dari menghafalnya, atau dari memahami makna serta kandungan do’a ini, bahkan dari mengucapkannya ketika kita tertimpa kesusahan.
Do’a yang agung ini mengandung 4 perkara yang agung pula. Wajib untuk mengilmui dan memahaminya agar do’a ini benar-benar memberikan faidah bagi yang berdo’a. Keempat perkara tersebut adalah:
1. MEREALISAKSIKAN TAUHIDULLAH
Yaitu mewujudkan kemurnian ‘ubudiyyah (ibadah dan penghambaan diri) hanya kepada Allah. Jika engkau menginginkan hilangnya kesusahan dan kesempitan dari hidupmu, maka wujudkanlah ‘ubudiyyah hanya kepada-Nya. Camkanlah bagaimana ikrar ‘ubudiyyah tersirat dari do’a yang agung ini. Engkau mengucapkan: “Wahai Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan perempuan...”, ucapan ini bermakna; aku hanya menyeru kepada-Mu, mengharap kepada-Mu, meminta kepada-Mu, bersandar kepada-Mu, dan aku hanya kembali kepada-Mu. Kalimat: “aku adalah hamba-Mu...” juga mengandung makna; aku hanya menyembah-Mu, menghinakan diri kepada-Mu, Engkau yang menciptakan aku, Engkau yang menjadikan aku ada setelah sebelumnya aku tidak ada, dan Engkaulah yang memegang kendali setiap urusanku.
Adapun kalimat “aku adalah anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan perempuan..” bermakna; aku adalah anak dari ayahku, kakekku, sampai ke Nabi Adam, yang mana mereka semua adalah hamba-Mu tanpa terkecuali. Dan aku adalah anak dari ibuku, sampai ke Hawa, yang mana mereka semua adalah hamba-Mu tanpa terkecuali.
Tentang hal ini terdapat 4 buah hadits yang menguatkan kesimpulan bahwa Tauhidullah adalah penghilang utama kesusahan dan kesempitan hidup manusia.
Hadits Pertama: Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam ketika dalam kondisi susah, beliau mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah, Yang Mahaagung dan Mahalembut. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah, Tuhan ‘Arsy yang besar. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah, Tuhan langit, Tuhan bumi dan Tuhan ‘Arsy yang mulia.” [Hadits Shahih, Shahih Bukhari: 6346, Shahih Muslim: 2703]
Jika makna do’a di atas benar-benar merasuk ke dalam hati dan telah menguasainya, maka hati akan disibukkan oleh hakikat dan tujuan terbesar dalam hidupnya, yaitu Allah. Sehingga segala rasa sakit dan susah di dunia, segenap masalah sebesar apapun itu, akan menjadi kecil bahkan sirna tanpa ada sisa.
Hadits Kedua: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berkata kepada Asma’ binti ‘Umais; “Maukah engkau aku ajarkan beberapa kalimat yang bisa engkau ucapkan ketika tertimpa kesusahan? Yaitu engkau mengucapkan:
 اللهُ، اللهُ رَبِّيْ لاَ أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
Allah..., Allah Tuhanku, aku tidak berbuat syirik terhadap-Nya sedikitpun.” [Hadits Shahih, riwayat Abu Dawud, lih. Shahihut Targhib: 1824]
Hadits Ketiga: Dari Abu Bakrah Radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah mengajarkan do’a bagi mereka yang tertimpa kesusahan:
اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُوْا، فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْـسِيْ طَرْفَتَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
Ya Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau tinggalkan aku bergantung pada diriku sendiri walaupun hanya sekejap mata, dan perbaikilah segala urusanku, Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali hanya Engkau seorang.” [Hadits Hasan, riwayat Abu Dawud, lih. Shahihul Jami’: 3388]
Hadits Keempat: Dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda: “Do’a Nabi Yunus (Dzun Nuun) ketika dia terpenjara di dalam perut ikan:
لاَ إِلَهَ إِلاَ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) selain Engkau, Mahasuci Engkau, sungguh aku termasuk orang yang telah berbuat zhalim.” Tidaklah seseorang berdo’a dengannya (menggunakan kalimat tersebut) dalam kondisi apapun, melainkan pasti Allah akan mengabulkan (do’a)nya.’” [Hadits Shahih, riwayat at-Tirmidzi, lih. Shahihul Jami’: 3383]
Keempat do’a di atas (jika direnungkan maknanya) maka sangat jelas bahwa keempat-empatnya mengandung hakikat makna kalimat tauhid “Laa ilaaha illallaah”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa; Tauhidullah adalah obat yang paling mujarab dan paling cepat dalam memusnahkan rasa susah, sakit, sedih, dan gundah gulana.
PENTING untuk dicatat, bahwa do’a-do’a di atas hanya akan manjur dengan syarat; orang yang mengamalkannya benar-benar memahami, meyakini makna dan mewujudkan konsekuensi-konsekuensi dari do’a tersebut. Sehingga bagi orang yang bergantung kepada selain Allah -misalkan-, baik itu kuburan orang-orang sholeh atau benda-benda “keramat” yang dianggap sakti, maka do’a-doa’ di atas tidak ada faidahnya sama sekali. Bahkan orang tersebut akan selalu terbelenggu dalam perbudakan makhluk, kesusahan dan kesempitan hidupnya tidak akan pernah sirna karena ia telah berbuat syirik kepada Allah, dan melanggar konsekuensi-konsekuensi dari makna do’a-do’a tersebut.
2. IMAN PADA TAKDIR ALLAH  
Takdir adalah ketentuan Allah yang telah tetap atas semua makhluk-Nya. Termasuk di dalamnya kesusahan hidup, musibah, kemiskinan dan kemelaratan, juga kebahagiaan dan kesenangan.  Sekalipun musibah terasa pahit, namun tetap itu adalah takdir Allah Yang Mahaadil yang tidak akan pernah zhalim kepada makhluk-Nya. Keridhaan menerima takdir Allah (khususnya yang pahit) dengan sabar, justru akan mendatangkan ketenangan hidup, mengobati hati yang susah, dan melapangkan kesempitan di dalam dada.
Oleh karena itu di dalam do’a (yang sedang dikupas) ini terdapat ikrar akan takdir Allah, yaitu pada kalimat; “ubun-ubunku berada dalam genggaman tangan-Mu, telah tetap hukum-Mu terhadapku, sungguh adil ketentuan (takdir)-Mu atasku...”
Allah berfirman (artinya): “Tidaklah suatu musibah menimpa, melainkan dengan izin Allah. Barangsiapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan memberi petunjuk pada hatinya.” [QS. at-Taghabun: 11]
Ulama salaf menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “orang yang beriman kepada Allah” dalam ayat di atas adalah: “hamba mukmin yang apabila ditimpa musibah, dengan segera ia mengetahui bahwa musibah tersebut datang dari Allah, lantas ia ridha dan menyerah diri kepada Allah.” [Aatsarul Adzkaar as-Syar’iyyah hal. 30, Syaikh ‘Abdurrazzaq al-Badr]
3. TAWASSUL DENGAN “ASMA’ ALLAH”
Bertawassul menggunakan Nama-Nama dan Sifat Allah adalah salah satu cara berdo’a yang paling disyari’atkan dalam Islam, dan pengaruhnya pun sangat ampuh. Allah berfirman:
وَلِلّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَدْعُوْهُ بِهَا
Allah memiliki Nama-Nama yang husna, maka berdo’alah dengannya..” [QS. al-A’raaf: 180]
Terdapat banyak hadits shahih yang menunjukkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam sering kali berdo’a menggunakan wasilah Nama dan Sifat Allah, salah satunya adalah do’a yang sedang dikupas ini, menjadikan Nama-Nama Allah sebagai wasilah. Yaitu pada kalimat: “...Aku memohon kepada-Mu dengan (wasilah) Nama-Nama-Mu, ...dst”
Do’a yang sedang dikupas ini menjadi dalil bahwa ada Nama-Nama Allah yang masih bersifat rahasia di sisi-Nya. Sehingga Nama-Nama Allah (yang juga mencerminkan Sifat-Sifat-Nya) tidak bisa dibatasi (apalagi hanya sebatas 20 Sifat saja-red). Di akhirat kelak akan terbukti kedahsyatan do’a Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam saat beliau bertawassul menggunakan Nama-Nama Allah yang masih rahasia itu, ketika manusia meminta syafa’at beliau agar hisab mereka disegerakan oleh Allah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
فَأَنْطَلَقُ فَآتِيْ تَحْتَ الْعَرْشِ فَأَقَعُ سَاجِدًا لِرَبِّي ثُمَّ يَفْـتَحُ اللهُ عَلَيَّ وَيُلْهِمُـنِيْ مِنْ مَحَـامِدِهِ وَحُسْنِي الثَّنَاءِ عَلَيْهِ شَيْئًا لَمْ يَفْتَحْهُ لأحَدٍ قَبْلِيْ
Kemudian aku mendatangi (Allah), di bawah ‘Arsy aku bersujud untuk Rabb-ku, kemudian Allah membukakan bagiku, dan mengilhamkan aku untaian (kalimat) puji-pujian terbaik bagi-Nya, yang belum pernah dibukakan untuk seorang pun sebelumku.” [Shahih Bukhari: 4812, Shahih Muslim: 194]
4. MEMBACA & MENGAMALKAN AL-QUR-AN
Dalam do’a ini terdapat kalimat: “...agar sudi kiranya Engkau jadikan al-Qur-an sebagai “hujan musim semi” dalam hatiku, cahaya di dadaku, penghilang kesedihanku dan kesusahanku.”
Tidaklah kita diselimuti oleh kabut kesusahan dan kesempitan hidup melainkan karena kita jauh dari al-Qur-an, baik itu dari membacanya, memahaminya, dan terlebih-lebih lagi dari mengamalkan tuntunannya.  Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (artinya):
Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah untuk membaca al-Qur-an dan saling mempelajarinya, melainkan pasti Allah akan menurunkan di antara mereka as-Sakinah (ketenangan), mereka akan diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para Malaikat, dan dipuji oleh Allah di hadapan makhluk-makhluk yang berada dekat dengan-Nya.” [Shahih Muslim: 2699 dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu]
***
(Disadur secara bebas oleh Redaksi al-Hujjah dari makalah yang berjudul “Aatsarul Adzkaar asy-Syar’iyyah fii Thorodil Hammi wal Ghommi” karya Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq ‘Abdulmuhsin al-Badr, Cet. I/1431 H, Madina-KSA.) Muroja’ah: Ust. Mizan, Lc.

Rahasia Dan Fakta Ayat Kursi

Dalam sebuah hadis, ada menyebut perihal seekor syaitan yang duduk

di atas pintu rumah. Tugasnya ialah untuk menanam keraguan di hati
suami terhadap kesetiaan isteri di rumah dan keraguan di hati
isteri terhadap kejujuran suami di luar rumah. Sebab itulah
Rasulullah tidak akan masuk rumah sehingga Baginda mendengar
jawaban salam dari isterinya. Di saat itu syaitan akan lari
bersama-sama dengan salam itu.

Hikmat Ayat Al-Kursi mengikut Hadis-hadis:

1) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi bila berbaring di tempat
tidurnya, Allah SWT mewakilkan dua orang Malaikat memeliharanya
hingga subuh.

2) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir setiap sembahyang
Fardhu, dia akan berada dalam lindungan Allah SWT hingga
sembahyang yang lain.

3) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir tiap sembahyang,
dia akan masuk syurga dan barang siapa membacanya ketika hendak
tidur, Allah SWT akan memelihara rumahnya dan rumah-rumah
disekitarnya.

4) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir tiap-tiap shalat
fardhu, Allah SWT menganugerahkan dia setiap hati orang yang
bersyukur, setiap perbuatan orang yang benar, pahala nabi2, serta
Allah melimpahkan rahmat padanya.

5) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi sebelum keluar rumahnya,
maka Allah SWT mengutuskan 70,000 Malaikat kepadanya – mereka
semua memohon keampunan dan mendoakan baginya.

6) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir sembahyang, Allah
SWT akan mengendalikan pengambilan rohnya dan dia adalah seperti
orang yang berperang bersama Nabi Allah sehingga mati syahid.

7) Barang siapa yang membaca ayat Al-Kursi ketika dalam kesempitan
niscaya Allah SWT berkenan memberi pertolongan kepadanya.

Kamis, 03 Maret 2011

Hidup Mulia dengan Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (ertinya): “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suri tauladan yang baik bagi kalian (iaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari akhir dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab: 21)
Para pembaca yang mulia, semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa mencurahkan rahmat dan taufiq-Nya kepada kita semua. Sibuk dengan ritual keagamaan belum menjadi jaminan seseorang telah shalih, alim, atau ahli ketaatan. Penampilan seseorang dalam beragama hendaknya diukur sejauh mana dirinya menerapkan amal shalih yang didasari keikhlasan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tanpa dua prinsip dasar yang harus selalu beriringan ini, maka amaliah seseorang akan menjadi sia-sia. Ia akan mendapatkan kehampaan pahala dan terseret ke arah amaliah yang jauh dari agama Islam itu sendiri.
Tentu merupakan sebuah kewajiban setiap muslim untuk beramal dalam agama Islam ini dengan mengikuti segala apa yang diperintahkan dan dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beragama yang baik dan benar bukanlah dengan dasar mengikuti amal perbuatan kebanyakan orang, bukan pula dengan mengikuti semangat yang menggebu semata atau kerana kagum dengan  tokoh tertentu. Akan tetapi menjalankan agama secara baik dan benar haruslah selaras dengan landasan keikhlasan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan amalannya mengikuti apa yang telah dituntunkan oleh rasul-Nya.
Kewajiban Mengikuti Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan Mengagungkannya
Mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan perkara yang besar dan agung. Yang memerlukan bukti dan amalan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ironisnya keadaan pada saat ini justeru terjadi sebaliknya, fenomena yang ada pada sebahaagian kaum muslimin enggan menerima, mengabaikannya, bahkan mengolok-oloknya. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (ertinya):
“Dan apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka lakukanlah sedang apa yang beliau larang darinya maka tinggalkanlah.” (Al Hasyr: 7)
“Barangsiapa yang menaati Rasul bererti ia telah menaati Allah.” (An Nisa’: 80)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah ia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Al Ahzab: 36)
Ketiga ayat di atas menunjukkan secara tegas bagaimana semestinya sikap seorang muslim menempatkan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, iaitu wajib mengambilnya. Hal ini merupakan kewajiban yang tidak ada tawar-menawar lagi. Kemudian menjadikan sunnah tersebut sebagai pedoman dalam melangkah dan melakukan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh kerana itu, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai penjelas Al-Qur’an bukan sekadar menyampaikan atau membacakannya secara lafazh saja, sebagaimana dalam firman-Nya ertinya):
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” (An Nahl: 44)
Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Saya mewasiatkan bagi kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pimpinan, walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Kerana sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku ia akan melihat perbezaan yang banyak, maka di saat seperti itu wajib atas kalian bepegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Al Khulafa’ Ar Rasyidin. Gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian! Jauhilah perkara-perkara yang baru (bid’ah) kerana sesungguhnya semua bid’ah itu sesat!” (Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi dari hadits Al Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’, no. 2549)
Barakah Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Ketahuilah! Siapa saja dari umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berupaya untuk senantiasa mengikuti dan mentaati beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan ikhlas serta menjadikannya sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari, maka sungguh ia akan mendapatkan sekian banyak keutamaan yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya adalah sebagaimana keterangan berikut ini:
1. Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Merupakan Sebab Diterimanya Suatu Amalan
Telah kita ketahui bersama bahawa dua prinsip dasar yang harus selalu beriringan dalam melandasi suatu amal agar diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala adalah keikhlasan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebaliknya, apabila hilang salah satu dari keduanya, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan hendaknya kita khawatir suatu amal shalih yang kita kerjakan akan ditolak atau tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak pernah kami perintahkan, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu keutamaan terbesar dalam Ittiba’us Sunnah (mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) adalah diterimanya suatu amalan.
Al Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Dalam mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terdapat keberkatan dalam mengikuti syari’at, meraih keredhaan Allah subhanahu wa ta’ala, meninggikan darjat, mententeramkan hati, menenangkan badan, membuat marah syaitan, dan berjalan di atas jalan yang lurus.” (Dharuratul Ihtimam, hal. 43)
2. Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Membuahkan Persatuan Kaum Muslimin
Para pembaca yang mulia, setiap muslim tentu sangat merindukan terwujudnya perpaduan kaum muslimin. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahawa perpaduan merupakan perkara yang diredha dan diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan perpecahan merupakan perkara yang dibenci dan dilarang oleh-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (ertinya): “Dan berpegang-teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.” (Ali Imran: 103)
Al Imam Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah telah memerintahkan kepada mereka (umat Islam) untuk bersatu dan melarang mereka dari perpecahan. Di dalam banyak hadits juga terdapat larangan dari perpecahan dan perintah untuk bersatu dan berkumpul.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/367)
Adapun asas bagi perpaduan yang diredhai dan diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bukan berasaskan kesukuan, organisasi, kelompok, daerah, parti, dan sebagainya. Akan tetapi asasnya adalah: Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan pemahaman As-Salafush Shalih (para shahabat Rasulullah, para tabi’in, dan tabi’ut tabi’in).
Al Imam Al Qurthubi rahimahullah ketika menjelaskan ayat 103 surat Ali Imran di atas menyatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan kitab-Nya (Al Qur’an) dan sunnah nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya di saat terjadi perselisihan. Allah subhanahu wa ta’ala juga memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al Qur’an dan As Sunnah dalam hal keyakinan dan amalan. Hal ini agar kaum muslimin bersatu dan tidak tercerai-berai, sehingga akan meraih kemaslahatan dunia dan agama, serta selamat dari perselisihan. (Lihat Tafsir Al Qurthubi, 4/105)
Mengapa harus dengan pemahaman As Salafus Shalih (para shahabat Rasulullah, para tabi’in, dan tabi’ut tabi’in)?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Sebagaimana tidak ada generasi yang lebih sempurna dari generasi para shahabat, maka tidak ada pula kelompok setelah mereka yang lebih sempurna dari para pengikut mereka. Maka dari itu, siapa saja yang lebih kuat dalam mengikuti hadits Rasulullah dan sunnahnya, serta jejak para shahabat, maka ia lebih sempurna. Kelompok yang seperti ini keadaannya, akan lebih utama dalam hal persatuan, petunjuk, berpegang teguh dengan tali (agama) Allah, dan lebih terjauhkan dari perpecahan, perselisihan, dan fitnah. Dan barangsiapa yang menyimpang jauh dari itu (Sunnah Rasulullah dan jejak para sahabat), maka ia akan semakin jauh dari rahmat Allah dan semakin terjerumus ke dalam fitnah.” (Minhajus Sunnah, 6/368)
3. Pahala Besar Bagi Orang Yang Berpegang Teguh Dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Dari shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, kesabaran di hari itu seperti menggenggam bara api, bagi yang beramal (dengan Sunnah Nabi) pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh.” Ada seseorang yang bertanya: “Lima puluh dari mereka, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Pahala lima puluh dari kalian.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi, lihat Silsilah Ash Shahihah, no. 494)
4. Jaminan Istiqomah dan Hidayah Bagi Orang Yang Berpegang Teguh dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Selama seseorang berada di atas Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia akan tetap berada di atas jalan istiqomah. Sebaliknya, jika tidak demikian, bererti ia telah menyimpang dari jalan yang lurus. Sebagaimana yang dikatakan oleh shahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu:
“Manusia akan senantiasa berada di atas jalan yang lurus selama mereka mengikuti jejak Nabi.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 197).
Shahabat ‘Urwah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Mengikuti sunnah-sunnah Nabi adalah tonggak penegak agama.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 198).
Salah seorang tabi’in bernama Ibnu Sirin mengatakan: “Dahulu mereka mengatakan: selama seseorang berada di atas jejak Nabi, maka ia berada di atas jalan yang lurus.” (HR. Al Baihaqi, Miftahul Jannah, no. 200)
Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (ertinya): “Dan jika kalian mentaatinya nescaya kalian akan mendapatkan hidayah.” (An Nur: 54)
Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata: “Jika kalian mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam nescaya kalian akan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus, baik ucapan maupun perbuatan. Dan tidak ada jalan untuk mendapatkan hidayah melainkan dengan mentaatinya, dan tanpa (mentaatinya) tidak mungkin (akan mendapatkan hidayah) bahkan mustahil.” (Tafsir As Sa’di, hal. 521)
5. Mendapatkan Cinta dari Allah subhanahu wa ta’ala dan akan masuk Al Jannah (syurga)
Para pembaca yang mulia, bukankah kita semua ingin mendapatkan cinta dari Allah? Ketahuilah! Bahawa cinta dari Allah subhanahu wa ta’ala hanya akan diperoleh dengan mengikuti dan mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala (artinya):
“Katakanlah (wahai Muhammad!): “Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku! Nescaya Allah pasti akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali Imran: 31)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Setiap umatku akan masuk Al Jannah (surga) kecuali orang yang enggan.” Para shahabat bertanya: “Siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang mentaatiku, ia akan masuk Al Jannah dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh ia telah enggan.” (HR. Al Bukhari)
Wahai saudaraku sesama muslim! Sepatutnya bagi kita semua selalu berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menyesuaikan segala amal ibadah kita dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berdasarkan dalil-dalil shahih. Dan kita tidak akan dapat mengetahuinya melainkan dengan belajar ilmu syar’i (agama).
Penutup
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menolong kita untuk senantiasa mempelajari ilmu agama Islam ini yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman para shahabat nabi radhiyallahu ‘anhum di bawah bimbingan ulama` pewaris Nabi. Dan memberikan kekuatan serta keistiqomahan dalam menjalankan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar tergapai kemuliaan hidup yang hakiki di dunia maupun akhirat.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Rabu, 02 Maret 2011

Perjalanan ke Thaif

Bukhari meriwayatkan dari Urwah, bahwa Aisyah ra. isteri Nabi SAW bertanya kepada Nabi SAW katanya: 'Adakah hari lain yang engkau rasakan lebih berat dari hari di perang Uhud?' tanya Aisyah ra. 'Ya, memang banyak perkara berat yang aku tanggung dari kaummu itu, dan yang paling berat ialah apa yang aku temui di hari Aqabah dulu itu. Aku meminta perlindungan diriku kepada putera Abdi Yalel bin Abdi Kilai, tetapi malangnya dia tidak merestui permohonanku! 'Aku pun pergi dari situ, sedang hatiku sangat sedih, dan mukaku muram sekali, aku terus berjalan dan berjalan, dan aku tidak sadar melainkan sesudah aku sampai di Qarnis-Tsa'alib. Aku pun mengangkat kepalaku, tiba-tiba aku terlihat sekumpulan awan yang telah meneduhkanku, aku lihat lagi, maka aku lihat Malaikat jibril alaihis-salam berada di situ, dia menyeruku: 'Hai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar apa yang dikatakan kaummu tadi, dan apa yang dijawabnya pula. Sekarang Allah telah mengutus kepadamu bersamaku Malaikat yang bertugas menjaga bukit-bukit ini, maka perintahkanlah dia apa yang engkau hendak dan jika engkau ingin dia menghimpitkan kedua-dua bukit Abu Qubais dan Ahmar ini ke atas mereka, niscaya dia akan melakukannya!' Dan bersamaan itu pula Malaikat penjaga bukit-bukit itu menyeru namaku, lalu memberi salam kepadaku, katanya: 'Hai Muhammad!' Malaikat itu lalu mengatakan kepadaku apa yang dikatakan oleh Malaikat Jibril AS tadi. 'Berilah aku perintahmu, jika engkau hendak aku menghimpitkan kedua bukit ini pun niscaya aku akan lakukan!' 'Jangan... jangan! Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun... !', demikian jawab Nabi SAW.

Musa bin Uqbah menyebut di dalam kitab 'Al-Maghazi' dari Ibnu Syihab katanya, bahwa Rasulullah SAW apabila pamannya, Abu Thalib, meninggal dia keluar menuju ke Tha'if dengan harapan agar penduduknya akan melindunginya di sana. Maka beliau menemui tiga pemuka Tsaqif, dan mereka itu bersaudara, yaitu: Abdi Yalel, Khubaib dan Mas'ud dari Bani Amru. Beliau menawarkan mereka untuk melindunginya serta mengadukan halnya dan apa yang dibuat oleh kaumnya terhadap dirinya sesudah kematian Abu Thalib itu, namun bukan saja mereka menolakbeliau, tetapi mereka menghalaunya dan memperlakukan apa yang tidak sewajarnya.(Fathul Bari 6:198 - dari sumber Ibnu Ishak, Shahjh Bukhari 1:458, dan berita ini dikeluarkan juga oleh Muslim dan Nasa'i).

Abu Nu'aim memberitakan dengan lebih lengkapl dari Urwah bin Az-Zubair ra. katanya: Apabila Abu Thalib meninggal, maka semakin bertambahlah penyiksaan kaum Quraisy ke atas Nabi SAW Maka beliau berangkat ke Tha'if untuk menemui suku kaum Tsaqif dengan harapan penuh, bahwa mereka akan dapat melindunginya dan mempertahankannya. Beliau menemui tiga orang dari pemuka suku kaum Tsaqif, dan mereka itu pula adalah bersaudara, yaitu: Abdi Yalel, Kbubaib dan Mas'ud, semua mereka putera-putera dari Amru, lalu beliau menawarkan dirinya untuk diberikan perlindungan, di samping beliau mengadukan perbuatan jahat kaum Quraisy terhadap dirinya, dan apa yang ditimpakan ke atas pengikut-pengikutnya. Maka berkata salah seorang dari mereka: Aku hendak mencuri kelambu Ka'bah, jika memang benar Allah mengutusmu sesuatu seperti yang engkau katakan tadi?! Yang lain pula berkata: Demi Allah, aku tidak dapat berkatakata kepadamu, walau satu kalimah sesudah pertemuan ini, sebab jika engkau benar seorang Utusan Allah, niscaya engkau menjadi orang yang tinggi kedudukannya dan besar pangkatnya, tentu tidak boleh aku berbicara lagi kepadamu?! Dan yang terakhir pula berkata: Apakah Allah sampai begitu lemah untuk mengutus orang selain engkau? Semua kata-kata pemuka Tsaqif kepada RasuluUah SAW itu tersebar dengan cepat sekali kepada suku kaumnya, lalu mereka pun berkumpul mengejek-ngejek beliau dengan kata-kata itu.

Kemudian ketika beliau hendak pergi meninggalkan Tha'if itu, mereka berbaris di tengah jalannya dua barisan, mereka mengambil batu, lalu melempar beliau, setiap beliau melangkahkan kakinya batu-batu itu mengenai semua tubuh beliau sehingga luka-luka berdarah, dan sambil mereka melempar, mereka mengejek dan mencaci. Setelah bebas dari perbuatan suku kaum Tsaqif itu, beliau terlihat sebuah perkebunan anggur yang subur di situ. Beliau berhenti di salah satu pepohonannya untuk beristirahat dan membersihkan darah yang mengalir dari kaki dan tubuhnya yang lain, sedang hatinya sungguh pilu dan menyesal atas perlakuan kaum Tha'if itu.

Tidak lama kemudian terlihatlah Utbah bin Rabi'ah dan Syaibah bin Rabi'ah yang baru sampai di situ. Beliau enggan datang menemui mereka, disebabkan permusuhan mereka terhadap Allah dan RasulNya dan penentangan mereka terhadap agama yang diutus Allah kepadanya. Tetapi Utbah dan Syaibah telah menyuruh hamba mereka yang bemama Addas untuk datang kepada beliau membawa sedikit anggur untuknya, dan Addas ini adalah seorang yang beragama kristen dari negeri Niniva (kota lama dari Iraq). Apabila Addas datang membawa sedikit anggur untuk beliau, maka beliau pun memakannya, dan sebelum itu membaca 'Bismillah!' Mendengar itu Addas keheranan, kerana tidak pernah mendengar orang membaca seperti itu sebelumnya.

'Siapa namamu?' tanya Nabi SAW 'Addas!' 'Dari mana engkau?' tanya beliau lagi. 'Dari negeri Niniva!' jawab Addas. 'Oh, dari kota Nabi yang saleh, Yunus bin Matta!' Mendengar jawaban Nabi itu, Addas menjadi lebih heran dari mana orang ini tahu tentang Nabi Yunus bin Matta? Dia tidak sabar lagi hendak tahu, sementara tuannya Utbah dan Syaibah melihat saja kelakuan hambanya yang terlihat begitu mesra dengan Nabi SAW itu. 'Dari mana engkau tahu tentang Yunus bin Matta?!' Addas keheranan. 'Dia seorang Nabi yang diutus Allah membawa agama kepada kaumnya,' jawab beliau. Beliau lalu menceritakan apa yang diketahuinya tentang Nabi Yunus AS itu, dan sudah menjadi tabiat beliau, beliau tidak pernah memperkecilkan siapa pun yang diutus Allah untuk membawa perutusannya. Mendengar semua keterangan dari Rasulullah SAW Addas semakin kuat mempercayai bahwa orang yang berkata-kata dengannya ini adalah seorang Nabi yang diutus Allah. Lalu dia pun menundukkan kepalanya kepada beliau sambil mencium kedua tapak kaki beliau yang penuh dengan darah itu.

Melihat kelakuan Addas yang terakhir ini, Utbah dan Syaibah semakin heran apa yang dibuat sang hamba itu. Apabila kembali Addas kepada mereka, mereka lalu bertanya: 'Addas! Mari ke mari!' panggil mereka. Addas datang kepada tuannya menunggu jika ada perintah yang akan disuruhnya. 'Apa yang engkau lakukan kepada orang itu tadi?' 'Tidak ada apa-apa!' jawab Addas. 'Kami lihat engkau menundukkan kepalamu kepadanya, lalu engkau menciurn kedua belah kakinya, padahal kami belum pemah melihatmu berbuat seperti itu kepada orang lain?!' Addas mendiamkan diri saja, tidak menjawab. 'Kenapa diam? Coba beritahu kami, kami ingin tahu?' pinta Utbah dan Syaibah. 'Orang itu adalah orang yang baik, dia menceritakan kepadaku tentang seorang Utusan Allah atau Nabi yang diutus kepada kaum kami, 'jawab Addas. 'Siapa namanya Nabi itu?' 'Yunus bin Matta' jawab Addas lagi. 'Lalu?' 'Dia katakan, dia juga Nabi yang diutus!'Addas berkata jujur. 'Dia Nabi?!' Utbah dan Syaibah tertawa terbahak-bahak, sedang Addas mendiamkan diri melihatkan sikap orang yang mengingkari kebenaran Allah. 'Eh, engkau bukankah kristen?' 'Benar,'jawab Addas. 'Tetaplah saja dalam kristenmu itu! Jangan tertipu oleh perkataan orang itu!' Utbah dan Syaibah mengingatkan Addas. 'Dia itu seorang penipu, tahu tidak?!' Addas terus mendiamkan dirinya . Sesudah itu, Rasuluilah SAW kembali ke Makkah dengan hati yang kecewa sekali. (Dala'ilun-Nubuwah, hal. 103)

Penderitaan Nabi SAW (4)

Bazzar dan Thabarani telah memberitakan dari Abdullah bin Mas'ud r. a. katanya: Satu peristiwa, ketika Rasulullah SAW bersembahyang di Masjidil Haram, dan ketika itu pula Abu jahal bin Hisyam, Syaibah dan Utbah keduanya putera dari Rabi'ah, Uqbah bin Abu Mu'aith, Umaiyah bin Khalaf dan dua orang yang lain, semua mereka tujuh orang, mereka sekalian sedang duduk di Hijir, dan Rasuluilah SAW pula sedang asyik bersembahyang, dan apabila beliau bersujud, selalunya beliau memanjangkan sujudnya. Maka berkatalah Abu Jahal: 'Siapa berani pergi ke kandang unta suku Bani fulan, dan mengambil taiknya untuk mencurahkan ke atas kedua bahunya, bila dia sedang sujud nanti?' 'Aku!' jawab Uqbah bin Abu Mu'aith, orang yang paling jahat di antara yang tujuh di situ. Lalu Uqbah pergi mengambil taik unta itu, dan diperhatikannya dari jauh, apabila Rasulullah SAW bersujud dicurahkan taik unta itu ke atas kedua bahunya.

Berkata penyampai cerita ini, Abdullah bin Mas'ud ra.: Aku melihat perkara itu, tetapi aku tidak berdaya untuk menghalangi atau melawan kaum Quraisy itu. Aku pun bangun dan meninggalkan tempat itu dengan perasaan kesal dan sedih sekali. Kemudian aku mendengar, bahwa Fathimah, puteri Rasulullah SAW datang dan membuangkan kotoran itu dari bahu dan tengkuk beliau. Kemudian dia mendatangi mereka yang melakukan perbuatan buruk itu, sambil memaki mereka, tetapi mereka diam saja, tidak menjawab apa pun. Ketika itu Rasulullah SAW pun mengangkat kepalanya, sebagaimana beliau mengangkat kepala sesudah sempurna sujud. Apabila sudah selesai dari sembahyangnya, beliau lalu berdoa: Ya Allah! Ya Tuhanku! Balaslah kaum Quraisy itu atas penganiayaannya kepadaku! Balaslah atas Utbah, Uqbah, Abu Jahal dan Syaibah! Sekembalinya dari masjid, beliau telah ditemui di jalanan oleh Abul Bukhturi yang di tangannya memegang cambuknya.
Bila Abul Bukhturi melihat wajah Nabi SAW dia merasa tidak senang, karena dia tahu ada sesuatu yang tidak baik terjadi terhadap dirinya: 'Hai Muhammad! Mengapa engkau begini?' tegur Abul Bukhturi. 'Biarkanlah aku!' jawab Nabi SAW ' Tuhan tahu, bahwa aku tidak akan melepaskanmu sehingga engkau memberitahuku, apa yang terjadi pada dirimu terlebih dulu?!' Abul Bukhturi mendesak Nabi SAW untuk memberitahunya apa yang telah terjadi. Apabilla dilihatnya beliau masih mendiamkan diri, dia berkata lagi: 'Aku tahu ada sesuatu yang terjadi pada dirimu, sekarang beritahu!' pinta Abul Bukhturi lagi Apabila Nabi SAW melihat bahwa Abul Bukhturi tidak mau melepaskannya, melainkan sesudah beliau memberitahunya apa yang terjadi, maka beliau memberitahunya apa yang terjadi: 'Abu jahal membuat angkara!' beritahu Nabi SAW 'Abu jahal lagi? Memang sudah aku kira, apa yang dibuat kepadamu kali ini?!' tanya Abul Bukhturi lagi. 'Dia menyuruh orang meletakkan kotoran unta ke atas badanku ketika aku sedang bersujud dalam sembahyangku,' jelas Nabi SAW 'Mari ikut aku ke Ka'bah,' bujuk Abul Bukhturi.

Abul Bukhturi dan Nabi SAW pun pergi ke Ka'bah dan terus menuju ke arah tempat duduk Abu jahal. Abul Bukhturi kelihatan marah sekali. 'Hai Bapaknya si Hakam!' teriak Abul Bukhturi. 'Engkau yang menyuruh orang meletakkan kotoran unta ke atas badan Muhammad ini?' katanya dengan keras. 'Ya,' jawab Abu Jahal. 'Apa yang engkau mau?' Abul Bukhturi tidak banyak bicara, melainkan ditariknya cambuknya lalu dipukulnya kepala Abu jahal berkali-kali. Orang ramai di situ lari berhamburan, dan teman-teman Abu jahal hiruk-pikuk menyalahkan Abul Bukhturi. 'Celaka kamu!' jerit Abu Jahal memprotes, dan badannya terlihat kesakitan karena pukulan cambuk Abul Bukhturi itu.' Dia layak diperlakukan begitu, karena dia menimbulkan permusuhan di antara kita sekalian, agar terselamat pula dia dan kawan-kawannya... !' tambah Abu jahal lagi. (Majma'uz Zawa'id 6:18)

Menurut Ahmad yang meriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud ra. katanya: Aku lihat semua orang yang dijanjikan Nabi SAW akan mati itu, semuanya terbunuh di medan Badar, tiada seorang pun yang terselamat. (Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:44)

Penderitaan Nabi SAW (3)

Ahmad memberitakan dari Urwah bin Az-Zubair dari Abdullah bin Amru ra. bahwa Urwah pernah bertanya kepada Abdullah: 'Tolong beritahu aku apa yang pernah engkau lihat dari kaum Quraisy ketika mereka menunjukkan permusuhannya kepada Rasulullah SAW?'. Abdullah bercerita: Aku pernah hadir dalam salah satu peristiwa ketika para pemuka Quraisy bermusyawarah di tepi Hijir (Ka'bah), mereka berkata: Apa yang kita tanggung sekarang lebih dari yang dapat kita sabar lagi dari orang ini! Dia telah mencaci nenek-moyang kita, memburuk-burukkan agama kita, memporak-perandakan persatuan kita, dan mencerca tuhan-tuhan kita, siapa lagi yang dapat bersabar lebih dari kita ... !'

Di tengah mereka berbincang-bincang itu, tiba-tiba muncullah Rasulullah SAW datang dan langsung menghadap sudut Ka'bah, lalu beliau bertawaf keliling Ka'bah, dan apabila beliau berlalu di tempat kaum Quraisy itu sedang duduk, mereka melontarkan beberapa perkataan kepadanya, namun beliau hanya berdiam diri belaka. Apabila beliau bertawaf kali kedua, mereka tetap menyampaikan kata-kata mengejek, namun beliau tidak berkata apa pun. Tetapi pada tawaf keliling ketiga, bila mereka mengejek-ngejek lagi, beliau lalu berhenti seraya berkata kepada mercka: 'Hai pemuka Quraisy! Dengarlah baik-baik! Demi jiwa Muhammad yang berada di dalam genggaman Tuhan, sebenarnya aku ini mendatangi kamu untuk menyembelih kamu!' Mendengar itu, semua orang yang di situ merasa berat sekali, sehingga setiap seorang di antara mereka merasakan seolah-olah burung besar datang untuk menyambarnya, sampai ada orang yang tidak sekeras yang lain datang untuk menenangkan perasaan beliau supaya tidak mengeluarkan kata-kata yang mengancam, karena mereka sangat bimbang dari kata-katanya. 'Kembalilah sudah, wahai Abu Al-Qasim!' bujuk mereka. 'Janganlah engkau sampai berkata begitu! Sesungguhnya kami sangat bimbang dengan kata-katamu itu!' Rasuluilah SAW pun kembalilah ke rumahnya.

Kemudian pada hari besoknya, mereka datang lagi ke Hijir (Ka'bah) itu dan berbicarakan permasalahan yang sama, seperti kemarin, dan aku duduk di antara mereka mendengar pembicaraan mereka itu. 'Kamu semua cuma berani berkata saja, cuma berani mengumpat sesama sendiri saja, kemudian apabila Muhammad mengatakan sesuatu yang kamu tidak senang, kamu lalu merasa takut, akhirnya kamu membiarkannya!' kata yang satu kepada yang lain. 'Baiklah,' jawab mereka.' Kali ini kita sama-sama bertindak, bila dia datang nanti.' Dan seperti biasa Rasulullah SAW pun datang untuk bertawaf pada Ka'bah, maka tiba-tiba mereka melompat serentak menerkamnya sambil mereka mengikutinya bertawaf mereka mengancamnya: 'Engkau yang mencaci tuhan kami?' kata yang seseorang. 'Engkau yang memburuk-burukkan kepercayaan kami, bukan?' kata yang lain. Yang lain lagi dengan ancaman yang lain pula. Maka setiap diajukan satu soalan kepada Rasulullah SAW itu, setiap itulah dia mengatakan: 'Memang benar, aku mengatakan begitu!' Lantaran sudah tidak tertanggung lagi dari mendengar jawaban Nabi SAW itu, maka seorang dari mereka lalu membelitkan kain ridaknya pada leher beliau, sambil menyentakkannya dengan kuat. Untung Abu Bakar ra. berada di situ, lalu dia segera datang melerai mereka dari menyiksa Nabi SAW sambil berkata: 'Apakah kamu sekalian mau membunuh seorang yang mengatakan 'Tuhanku ialah Allah! 'diulanginya kata-kata itu kepada kaum Quraisy itu, dengan tangisan yang memilukan hati. Kemudian aku lihat kaum Quraisy itu meninggalkan tempat itu. Dan itulah suatu peristiwa sedih yang pernah aku lihat dari kaum Quraisy itu yang dilakukan terhadap Nabi SAW - demikian kata Abdullah bin Amru kepada Urwah bin Az-Zubair ra. (Majma'uz Zawa'id 6:16)

Penderitaan Nabi SAW (2)

Bukhari meriwayatkan dari Urwah r.a. katanya: Aku bertanya Amru bin Al-Ash ra. mengenai apa yang dideritai Nabi SAW ketika beliau berdakwah mengajak orang masuk Islam, kataku: 'Beritahu aku tentang perbuatan yang paling kejam yang pernah dibuat oleh kaum musyrikin terhadap Rasulullah SAW? Maka Amru berkata: Ketika Nabi berada di Hijir Ka'bah, tiba-tiba datang Uqbah bin Abu Mu'aith, lalu dibelitkan seutas kain pada tengkuk beliau dan dicekiknya dengan kuat sekali. Maka seketika itu pula datang Abu Bakar ra. lalu dipautnya bahu Uqbah dan ditariknyanya dengan kuat hingga terlepas tangannya dari tengkuk Nabi SAW itu. Abu Bakar berkata kepada Uqbah: 'Apakah engkau hendak membunuh orang yang mengatakan 'Tuhanku ialah Allah!' padahal dia telah membawa keterangan dari Tuhan kamu?!' (Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:46)

Suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dari Amru bin Al-Ash ra. katanya: Aku tidak pemah lihat kaum Quraisy yang hendak membunuh Nabi SAW seperti yang aku lihat pada suatu hari di bawah lindungan Ka'bah. Mereka bersepakat merencanakan pembunuhan beliau sedang mereka duduk di sisi Ka'bah. Apabila Rasulullah SAW datang dan bersembahyang di Maqam, lalu bangunlah Uqbah bin Abu Mu'aith menuju kepada Rasulullah SAW dan membelitkan kain ridaknya ke tengkuk beliau, lalu disentaknya dengan kuat sekali, sehingga beliau jatuh tersungkur di atas kedua lututnya. Orang ramai yang berada di situ menjerit, menyangka beliau telah mati karena cekikan keras dari Uqbah itu. Maka ketika itu segeralah Abu Bakar ra. datang dan melepaskan cekikan Uqbah dari Rasulullah SAW itu dari belakangnya, seraya berkata: Apa ini? Adakah engkau hendak membunuh orang yang mengatakan 'Tuhanku ialah Allah!' Uqbah pun segera berundur dari tempat Rasuluilah SAW itu kembali ke perkumpulan teman-temannya para pemuka Quraisy itu. Rasulullah SAW hanya bersabar saja, tidak mengatakan apa pun. Beliau lalu berdiri bersembahyang, dan sesudah selesai sembahyangnya dan ketika hendak kembali ke rumahnya, beliau berhenti sebentar di hadapan para pemuka Quraisy itu sambil berkata: 'Hai kaum Quraisy! Demi jiwa Muhammad yang berada di dalam genggaman Tuhan! Aku diutus kepada kamu ini untuk menyembelih kamu!' beliau lalu mengisyaratkan tangannya pada tenggorokannya, yakni beliau rnenjanjikan mereka bahwa mereka akan mati terbunuh. 'Ah, ini semua omong kosong!' kata Abu jahal menafikan ancaman Nabi SAW itu. 'Ingatlah kataku ini, bahwa engkau salah seorang dari yang akan terbunuh!' sambil menunjukkan jarinya ke muka Abu jahal. (Kanzul Ummal 2:327)

Penderitaan Nabi SAW (1)

Baihaqi memberitakan dari Abdullah bin Ja'far ra. katanya: Apabila Abu Thalib telah meninggal dunia, mulailah Nabi SAW diganggu dan ditentang secara terang-terangan. Satu peristiwa, beliau telah dihadang di jalanan oleh salah seorang pemuda jahat Quraisy, diraupnya tanah dan dilemparkan ke muka beliau, namun beliau tidak membalas apa pun.
Apabila beliau tiba di rumah, datang salah seorang puterinya, lalu membersihkan muka beliau dari tanah itu sambil menangis sedih melihat ayahnya diperlakukan orang seperti itu. Maka berkatalah Rasulullah SAW kepada puterinya itu: 'Wahai puteriku! Jangan engkau menangis begitu, Allah akan melindungi ayahmu!' beliau membujuk puterinya itu.
Beliau pernah berkata: Sebelum ini memang kaum Quraisy tidak berani membuat sesuatu seperti ini kepadaku, sehinggalah selepas Abu Thalib meninggal dunia, mulailah mereka menggangguku dan mengacau ketenteramanku. Dalam riwayat yang lain, beliau berkata kepadanya karena menyesali perbuatan jahat kaum Quraisy itu: Wahai paman! Alangkah segeranya mereka menggangguku sesudah engkau hilang dari mataku!
(Hilyatul Auliya 8:308; Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:134)
Thabarani telah memberitakan dari Al-Harits bin Al-Harits yang menceritakan peristiwa ini, katanya: Apabila aku melihat orang ramai berkumpul di situ, aku pun tergesa-gesa datang ke situ, menarik tangan ayahku yang menuntunku ketika itu, lalu aku bertanya kepada ayahku: 'Apa sebab orang ramai berkumpul di sini, ayah?' 'Mereka itu berkumpul untuk mengganggu si pemuda Quraisy yang menukar agama nenek-moyangnya!' jawab ayahku. Kami pun berhenti di situ melihat apa yang terjadi. Aku lihat Rasulullah SAW mengajak orang ramai untuk mengesakan Allah azzawajaila dan mempercayai dirinya sebagai Utusan Allah, tetapi aku lihat orang ramai mengejek-ngejek seruannya itu dan mengganggunya dengan berbagai cara sehinggalah sampai waktu tengah hari, maka mulailah orang bubar dari situ.
Kemudian aku lihat seorang wanita datang kepada beliau membawa air dan sehelai kain, lalu beliau menyambut tempat air itu dan minum darinya. Kemudian beliau mengambil wudhuk dari air itu, sedang wanita itu menuang air untuknya, dan ketika itu agak terbuka sedikit pangkal dada wanita itu. Sesudah selesai berwudhuk, beliau lalu mengangkat kepalanya seraya berkata kepada wanita itu: Puteriku! lain kali tutup rapat semua dadamu, dan jangan bimbang tentang ayahmu! Ada orang bertanya: Siapa dia wanita itu? jawab mereka: Itu Zainab, puterinya - radhiallahu anha.
(Majma'uz-Zawa'id 6:21)

Dalam riwayat yang sama dari Manbat Al-Azdi, katanya: Pernah aku melihat Rasulullah SAW di zaman jahiliah, sedang beliau menyeru orang kepada Islam, katanya: 'Wahai manusia sekaliani Ucapkanlah 'Laa llaaha lliallaah!' nanti kamu akan terselamat!' beliau menyeru berkali-kali kepada siapa saja yang beliau temui. Malangnya aku lihat, ada orang yang meludahi mukanya, ada yang melempar tanah dan kerikil ke mukanya, ada yang mencaci-makinya, sehingga ke waktu tengah hari.
Kemudian aku lihat ada seorang wanita datang kepadanya membawa sebuah kendi air, maka beliau lalu membasuh wajahnya dan tangannya seraya menenangkan perasaan wanita itu dengan berkata: Hai puteriku! Janganlah engkau bimbangkan ayahmu untuk diculik dan dibunuh ... ! Berkata Manbat: Aku bertanya: Siapa wanita itu? Jawab orangorang di situ: Dia itu Zainab, puteri Rasuluilah SAW dan wajahnya sungguh cantik.
(Majma'uz Zawa'id 6:21)

Hijab (Tabir/Purdah) Isteri-Isteri Nabi SAW

Anas bin Malik ra. berkata, 'Pertama kali ayat tentang hijab diturunkan adalah ketika Rasulullah SAW menikahi Zainab binti jahsy. Pada pagi hari Rasulullah SAW menikahi Zainab beliau mengundang orang-orang lalu mereka makan dan kemudian pergi. Sekelompok orang masih tinggal bersama Nabi. Mereka tetap di sana untuk waktu yang lama. Rasulullah SAW bangkit dan aku pergi bersamanya hingga kami sampai di pintu ruangan 'Aisyah. Ketika beliau duga orang-orang itu mereka telah pergi, beliau kembali dan aku kembali bersamanya dan mereka ternyata sudah pergi. Maka beliau memasang tabir antara aku dan beliau lalu turunlah ayat tentang hijab,

"Hai orang-orang yang beriman! janganlah kamu memasuki rumah Nabi kecuali kamu diizinkan makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang, maka masuklah dan jika kamu selesai makan keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi, lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar). (QS. 33:53)
Dan aku berumur 15 tahun pada waktu itu.

Menurut ibnu Abbas, Ayat tentang hijab istri-istri Rasulullah SAW diturunkan ketika Umar ra. sedang makan bersama Nabi SAW. lalu tangannya menyentuh tangan salah seorang istri Nabi SAW, maka ayat tentang hijab diturunkan. Orang-orang bertanya kepada Zuhri, "Siapakah yang biasa mengunjungi para istri Nabi?" Dia menjawab, "Setiap orang yang mempunyai hubungan keturunan atau sesusuan yang menghalangi pernikahan". Ditanyakan, "Bagaimana dengan orang-orang lain?" Dia menjawab, "Mereka harus menyelubungi diri dari mereka. Mereka harus berbicara dari balik tabir. Dan tabirnya hanya selapis". Pernah juga Ummu Salamah dan Maimunah sedang bersama Nabi SAW, tiba-tiba lbnu Ummi Maktum masuk. Peristiwa itu terjadi setelah hijab diturunkan. Nabi SAW berkata kepada istri-istrinya, "Selubungilah diri kalian darinya." lstrinya bertanya, "Ya Rasulullah SAW, bukankah dia buta?" Beliau SAW menjawab, "Apakah kalian juga buta? Tidakkah kalian melihatnya?"

Rumah Isteri-Isteri Nabi SAW

Ketika rombongan keluarga Nabi SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. sampai di Madinah, ketika itu Rasulullah SAW sedang membangun masjid dan ruangan-ruangan di sekeliling masjid itu. Lalu Nabi SAW menempatkan mereka di sebuah rumah milik Haritsah bin Nu'man ra. Rasulullah SAW menyempurnakan pernikahannya dengan 'Aisyah di ruangan itu. Dan Rasulullah SAW pun dikuburkan di tempat yang sama. Haritsah bin Nu'man memiliki beberapa rumah di sekitar masjid Nabawi. Apabila Rasulullah SAW menikahi seseorang, maka Haritsah akan pindah dari rumahnya demi beliau, sehingga akhirnya semua rumahnya digunakan untuk Rasulullah SAW dan istri-istri beliau. Nabi SAW membuat pintu masuk ke masjid meialui pintu kamar 'Aisyah. Sehingga diriwayatkan bahwa ketika beliau sedang beri'tikaf, beliau nienjengukkan kepalanya dari masjid lewat pintu 'Aisyah. lalu 'Aisyah mencuci kepala beliau sementara dia sedang haid.

Setelah perombakan demi perombakan, akhirnya rumah para istri Nabi SAW harus digusur pada masa Walid bin Abdul Malik. Abdullah bin Yazid berkata tentang kejadian penggusuran itu, "Aku melihat rumah-rumah istri Rasulullah SAW ketika dihancurkan oleh Umar bin Abdul Aziz pada masa kekhalifahan Walid bin Abdul Malik. Rumah-rumah itu disatukan dengan masjid. Rumah-rumah itu terbuat dari bata kering, dan ruangan-ruangannya dibuat dari batang pohon kurma yang disatukan dengan lumpur. Ada sembilan rumah dengan kamar-kamarnya. Rumah itu dimulai dari rumah 'Aisyah dengan pintu yang berhadapan dengan pintu kamar Rasulullah SAW, sampai rumah Asma' binti Hasan. Aku melihat rumah Ummu Salamah dan ruangan-ruangannya terbuat dari bata. Cucu laki-lakinya berkata, "Ketika Rasulullah SAW menyerang Dumatut jandal, Ummu Salamah membangun ruangan dengan bata. Ketika Rasulullah SAW datang dan melihat bata itu, beliau masuk menemui Ummu Salamah rha. dan bertanya, bangunan apa ini?' Dia menjawab, 'Ya Rasulullah SAW, aku ingin menghalangi pandangan orang'. Beliau SAW berkata, 'Wahai Ummu Salamah, hal terburuk bagi seorang Muslim dalam membelanjakan uangnya adalah untuk bangunan.'

Di antara makam dan mimbar, terdapat kamar-kamar istri Rasulullah SAW yang terbuat dari batang pohon kurma dengan pintu-pintunya yang ditutupi dengan kain wol hitam. Dan pada hari surat Walid bin Abdul Malik dibacakan, yang memerintahkan agar kamar, kamar istri-istri Rasulullah SAW tersebut disatukan dengan masjid Nabi, banyak orang yang menangis kehilangan. Sa'id bin Musayab rah.a. juga bercerita tentang hari itu, 'Demi Allah, aku berharap bahwa kamar-kamar itu dibiarkan sebagaimana adanya, sehingga orang-orang Madinah dan para pengunjung dari jauh bisa melihat seolah-olah Rasulullah SAW masih hidup. Hal itu termasuk bagian dari hal-hal yang akan memberi semangat kepada umat untuk menahan diri dari mencari dan menyibukkan diri atas sesuatu yang tidak berguna di dunia ini'.

lmran bin Abi Anas berkata, 'Di antara rumah-rumah itu ada empat buah rumah yang terbuat dari bata dengan kamar-kamar dari pohon kurma. Ada lima rumah dari batang pohon kurma dilapisi lumpur tanpa bata. Aku mengukur gordennya dan mendapati ukurannya tiga kali satu cubit, dan areanya itu sedemikian, lebih atau kurang. Sedangkan mengenai tangisan, aku bisa mengingat kembali diriku pada sebuah perkumpulan yang dihadiri sebagian sahabat Rasulullah SAW, termasuk Abu Salamah bin Abdurrahman, Abu Umamah bin Sahal, dan Kharijah bin Zaid. Mereka menangis sampai janggut mereka basah oleh air mata. Tentang hari itu Abu Umamah berkata, 'Seandainya mereka membiarkan dan tidak menghancurkannya sehingga orang-orang bisa menahan diri dari membangun bangunan dan mencukupkan dengan apa yang Allah ridhai pada Rasul-Nya walaupun kunci harta dunia di tangan beliau.'

Keadaan Lapar Rasulullah SAW

Muslim dan Tarmidzi telah meriwayatkan dari An-Nu'man bin Basyir ra. dia berkata: Bukankah kamu sekarang mewah dari makan dan minum, apa saja yang kamu mau kamu mendapatkannya? Aku pernah melihat Nabi kamu Muhammad SAW hanya mendapat korma yang buruk saja untuk mengisi perutnya!

Dalam riwayat Muslim pula dari An-Nu'man bin Basyir ra. katanya, bahwa pada suatu ketika Umar ra. menyebut apa yang dinikmati manusia sekarang dari dunia! Maka dia berkata, aku pernah melihat Rasulullah SAW seharian menanggung lapar, karena tidak ada makanan, kemudian tidak ada yang didapatinya pula selain dari korma yang buruk saja untuk mengisi perutnya.

Suatu riwayat yang diberitakan oleh Abu Nu'aim, Khatib, Ibnu Asakir dan Ibnun-Najjar dari Abu Hurairah ra. dia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW ketika dia sedang bersembahyang duduk, maka aku pun bertanya kepadanya: Ya Rasulullah! Mengapa aku melihatmu bersembahyang duduk, apakah engkau sakit? jawab beliau: Aku lapar, wahai Abu Hurairah! Mendengar jawaban beliau itu, aku terus menangis sedih melihatkan keadaan beliau itu. Beliau merasa kasihan melihat aku menangis, lalu berkata: Wahai Abu Hurairah! jangan menangis, karena beratnya penghisaban nanti di hari kiamat tidak akan menimpa orang yang hidupnya lapar di dunia jika dia menjaga dirinya di kehidupan dunia. (Kanzul Ummal 4:41)

Ahmad meriwayatkan dari Aisyah ra. dia berkata: Sekali peristiwa keluarga Abu Bakar ra. (yakni ayahnya) mengirim (sop) kaki kambing kepada kami malam hari, lalu aku tidak makan, tetapi Nabi SAW memakannya - ataupun katanya, beliau yang tidak makan, tetapi Aisyah makan, lalu Aisyah ra. berkata kepada orang yang berbicara dengannya: Ini karena tidak punya lampu. Dalam riwayat Thabarani dengan tambahan ini: Lalu orang bertanya: Hai Ummul Mukminin! Apakah ketika itu ada lampu? Jawab Aisyah: Jika kami ada minyak ketika itu, tentu kami utamakan untuk dimakan.
(At-Targhib Wat-Tarhib 5:155; Kanzul Ummal 5:155)

Abu Ya'la memberitakan pula dari Abu Hurairah ra. katanya: Ada kalanya sampai berbulan-bulan berlalu, namun di rumah-rumah Rasulullah SAW tidak ada satu hari pun yang berlampu, dan dapurnya pun tidak berasap. Jika ada minyak dipakainya untuk dijadikan makanan. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:154; Majma'uz Zawatid 10:325)

Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Urwah dari Aisyah ra. dia berkata: Demi Allah, hai anak saudaraku (Urwah anak Asma, saudara perempuan Aisyah), kami senantiasa memandang kepada anak bulan, bulan demi bulan, padahal di rumah-rumah Rasulullah SAW tidak pernah berasap. Berkata Urwah: Wahai bibiku, jadi apalah makanan kamu? Jawab Aisyah: Korma dan air sajalah, melainkan jika ada tetangga-tetangga Rasulullah SAW dari kaum Anshar yang membawakan buat kami makanan. Dan memanglah kadang-kadang mereka membawakan kami susu, maka kami minum susu itu sebagai makanan. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:155)

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Aisyah ra. katanya: sering kali kita duduk sampai empat puluh hari, sedang di rumah kami tidak pernah punya lampu atau dapur kami berasap. Maka orang yang mendengar bertanya: Jadi apa makanan kamu untuk hidup? Jawab Aisyah: Korma dan air saja, itu pun jika dapat. (Kanzul Ummal 4:38)

Tarmidzi memberitakan dari Masruq, katanya: Aku pernah datang menziarahi Aisyah ra. lalu dia minta dibawakan untukku makanan, kemudian dia mengeluh: Aku mengenangkan masa lamaku dahulu. Aku tidak pernah kenyang dan bila aku ingin menangis, aku menangis sepuas-puasnya! Tanya Masruq: Mengapa begitu, wahai Ummul Mukminin?! Aisyah menjawab: Aku teringat keadaan di mana Rasulullah SAW telah meninggalkan dunia ini! Demi Allah, tidak pernah beliau kenyang dari roti, atau daging dua kali sehari. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:148)

Dalam riwayat Ibnu Jarir lagi tersebut: Tidak pernah Rasulullah SAW kenyang dari roti gandum tiga hari berturut-turut sejak beliau datang di Madinah sehingga beliau meninggal dunia. Di lain lain versi: Tidak pernah kenyang keluarga Rasulullah SAW dari roti syair dua hari berturut-turut sehingga beliau wafat. Dalam versi lain lagi: Rasulullah SAW telah meninggal dunia, dan beliau tidak pernah kenyang dari korma dan air.
(Kanzul Ummal 4:38)

Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Baihaqi telah berkata Aisyah ra.: Rasulullah SAW tidak pernah kenyang tiga hari berturut-turut, dan sebenarnya jika kita mau kita bisa kenyang, akan tetapi beliau selalu mengutamakan orang lain yang lapar dari dirinya sendiri. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:149)

Ibnu Abid-Dunia memberitakan dari Al-Hasan ra. secara mursal, katanya: Rasulullah SAW selalu membantu orang dengan tangannya sendiri, beliau menampal bajunya pun dengan tangannya sendiri, dan tidak pernah makan siang dan malam secara teratur selama tiga hari berturut-turut, sehingga beliau kembali ke rahmatullah. Bukhari meriwayatkan dari Anas ra. katanya: Tidak pernah Rasulullah SAW makan di atas piring, tidak pernah memakan roti yang halus hingga beliau meninggal dunia. Dalam riwayat lain: Tidak pernah melihat daging yang sedang dipanggang (maksudnya tidak pernah puas makan daging panggang). (At-Targhib Wat-Tarhib 5:153)

Tarmidzi memberitakan dari Ibnu Abbas ra. katanya: Rasulullah SAW sering tidur malam demi malam sedang keluarganya berbalik-balik di atas tempat tidur karena kelaparan, karena tidak makan malam. Dan makanan mereka biasanya dari roti syair yang kasar. Bukhari pula meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. katanya: Pernah Rasulullah SAW mendatangi suatu kaum yang sedang makan daging bakar, mereka mengajak beliau makan sama, tetapi beliau menolak dan tidak makan. Dan Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah SAW meninggal dunia, dan beliau belum pernah kenyang dari roti syair yang kasar keras itu. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:148 dan 151)

Pernah Fathimah binti Rasulullah SAW datang kepada Nabi SAW membawa sepotong roti syair yang kasar untuk dimakannya. Maka ujar beliau kepada Fathimah ra: Inilah makanan pertama yang dimakan ayahmu sejak tiga hari yang lalu! Dalam periwayatan Thabarani ada tambahan ini, yaitu: Maka Rasulullah SAW pun bertanya kepada Fathimah: Apa itu yang engkau bawa, wahai Fathimah?! Fathimah menjawab: Aku membakar roti tadi, dan rasanya tidak termakan roti itu, sehingga aku bawakan untukmu satu potong darinya agar engkau memakannya dulu! (Majma'uz Zawa'id 10:312)

Ibnu Majah dan Baihaqi meriwayatkan pula dari Abu Hurairah ra. katanya: Sekali peristiwa ada orang yang membawa makanan panas kepada Rasulullah SAW maka beliau pun memakannya. Selesai makan, beliau mengucapkan: Alhamdulillah! Inilah makanan panas yang pertama memasuki perutku sejak beberapa hari yang lalu. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:149)

Bukhari meriwayatkan dari Sahel bin Sa'ad ra. dia berkata: Tidak pernah Rasulullah SAW melihat roti yang halus dari sejak beliau dibangkitkan menjadi Utusan Allah hingga beliau meninggal dunia. Ada orang bertanya: Apakah tidak ada pada zaman Nabi SAW ayak yang dapat mengayak tepung? Jawabnya: Rasulullah SAW tidak pernah melihat ayak tepung dari sejak beliau diutus menjadi Rasul sehingga beliau wafat. Tanya orang itu lagi: Jadi, bagaimana kamu memakan roti syair yang tidak diayak terlebih dahulu? Jawabnya: Mula-mula kami menumbuk gandum itu, kemudian kami meniupnya sehingga keluar kulit-kulitnya, dan yang mana tinggal itulah yang kami campurkan dengan air, lalu kami mengulinya. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:153)

Tarmidzi memberitakan daiipada Abu Talhah ra. katanya: Sekali peristiwa kami datang mengadukan kelaparan kepada Rasulullah SAW lalu kami mengangkat kain kami, di mana padanya terikat batu demi batu pada perut kami. Maka Rasulullah SAW pun mengangkat kainnya, lalu kami lihat pada perutnya terikat dua batu demi dua batu. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:156)

Ibnu Abid Dunia memberitakan dari Ibnu Bujair ra. dan dia ini dari para sahabat Nabi SAW Ibnu Bujair berkata: Pernah Nabi SAW merasa terlalu lapar pada suatu hari, lalu beliau mengambil batu dan diikatkannya pada perutnya. Kemudian beliau bersabda: Betapa banyak orang yang memilih makanan yang halus-halus di dunia ini kelak dia akan menjadi lapar dan telanjang di hari kiamat! Dan betapa banyak lagi orang yang memuliakan dirinya di sini, kelak dia akan dihinakan di akhirat. Dan betapa banyak orang yang menghinakan dirinya di sini, kelak dia akan dimuliakan di akhirat.'

Bukhari dan Ibnu Abid Dunia meriwayatkan dari Aisyah ra. dia berkata: Bala yang pertama-tama sekali berlaku kepada ummat ini sesudah kepergian Nabi SAW ialah kekenyangan perut! Sebab apabila sesuatu kaum kenyang perutnya, gemuk badannya, lalu akan lemahlah hatinya dan akan merajalelalah syahwatnya!
(At-Targhib Wat-Tarhib 3:420).

Rasulullah SAW Takut terhadap Keduniaan Yang Melimpah

Asy-Syaikhany mengeluarkan dari Abu Sa'id Al-Khudry di dalam sebuah hadits, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam duduk di atas mimbar dan kami pun duduk di sekitar beliau, lalu beliau bersabda,
"Sesungguhnya yang paling kutakutkan atas kalian ialah jika Allah membukakan kesenangan dan perhiasan dunia kepada kalian."
Begitulah yang disebutkan di dalam At-Targhib Wat-Tarhib, 5/144.

Asy-Syaikany juga mengeluarkan sebuah hadits dari Amr bin Auf Al-Anshay Radhiyallahu Anhu, yang di dalamnya dia berkata, "Rasulullah Shallailahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"TerimaIah kabar gembira dan satu harapan bagi kalian Demi Allah, bukan kemiskinn yang aku takutkan terhadap kalian, tetapi aku justru takut jika dunia dihamparkan kepada kalian, sebagaimana yang pernah dihamparkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu mereka saling berlomba untuk mendapatkannya, sehingga kalian menjadi binasa seperti yang mereka alami."
Begitulah yang disebutkan di dalam At-Targhib Wat-Tarhib, 5/141
Ya'qub bin Sufyan mengeluarkan dari IbnuAbbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Allah mengutus seorang malaikat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang disertai Jibril Alaihi Salam. Malaikat itu berkata,
"Sesungguhnya Allah menyuruh engkau untuk memilih, apakah engkau menjadi hamba dan nabi, ataukah menjadi raja dan sekaligus nabi."
Beliau menoleh ke arah Jibril layaknya orang yang meminta saran. Maka Jibril memberi isyarat, agar beliau merunduk dan patuh. Maka beliau menjawab,
"Aku pilih menjadi hamba dan nabi."
Setelah kejadian ini beliau tidak pemah makan sambil telentang, hingga beliau wafat. Yang serupa dengan ini juga diriwayatkan Al-Bukhary dan An-Nasa'y. Begitulah yang disebutkan di dalam Al-Bidayah, 6:48.

Ahmad mengeluarkan dengan isnad yang shahih, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, "Umar bin Al-Khaththab ra. bercerita kepadaku, "Aku pernah memasuki rumah Rasulullah Shallailahu Alaihi wa Sallam, yang saat itu beliau sedang berbaring di atas selembar tikar. Setelah aku duduk di dekat beliau, aku baru tahu bahwa beliau juga menggelar kain mantelnya di atas tikar, dan tidak ada sesuatu yang lain, Tikar itu telah menimbulkan bekas guratan di lambung beliau. Aku juga melihat di salah satu pojok rumah beliau ada satu takar gandum. Di dinding tergantung selembar kulit yang sudah disamak. Melihat kesederhanaan ini kedua mataku meneteskan air mata.
"Mengapa engkau menangis wahai Ibnul-Khaththab?" tanya beliau. "Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis jika melihat gurat-gurat tikar yang membekas di lambung engkau itu dan lemari yang hanya diisi barang itu? Padahal Kisra dan Kaisar hidup di antara buab-buahan dan sungai yang mengalir. Engkau adalah Nabi Allah dan orang pilihan-Nya, sementara lemari engkau hanya seperti itu."
"Wahai Ibnul-Khaththab, apakah engkau tidak ridha jika kita mendapatkan akhirat, sedangkan mereka hanya mendapatkan dunia?"
Al-Hakimjuga mentakhrijnya secara shahih, berdasarkan syarat Muslim. Ibnu Hibban meriwayatkannya dari Anas, dan dia menyebutkan yang seperti ini. Begitulah yang disebutkan di dalam At-Targhib, 5/161

Pentingnya Mentaati Rasulullah SAW

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, "Barangsiapa yang mentaatiku, maka dia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka dia telah mendurhakai Allah. Begitu pula, barangsiapa yang mentaati petugasku, maka dia telah mentaatiku, dan barangsiapa mendurhakai petugasku, maka dia telah mendurhakaiku.' (Riwayat Bukhari)

Dari Abu Hurairah ra. lagi, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: 'Semua ummatku akan memasuki syurga kecuali yang enggan memasukinya. Siapa yang mentaatiku akan memasuki syurga, dan siapa yang mendurhakaiku, maka dialah orang yang enggan memasuki syurga.'(Riwayat Bukhari)

Jabir ra. bercerita, katanya: Suatu peristiwa datanglah beberapa Malaikat kepada Nabi SAW ketika beliau sedang tidur, lalu mereka berkata: Bahwa sesungguhnya teman kamu ini dapat diberikan beberapa perumpamaan, cobalah berikan perumpamaan baginya! Maka berkata yang satu: Dia ini sedang tidur. Yang lain berkata: Meskipun matanya tidur, namun hatinya tetap sadar! Lalu berkata pula Malaikat yang lain: Perumpamaan temanmu ini ialah perumpamaan seorang lelaki yang baru selesai membangun sebuah rumah, lalu dia pun mengadakan undangan makan, dan mengundang orang datang kepadanya. Jadi, sesiapa yang menerima undangan itu, dia akan memasuki rumah itu, dan dapatlah dia memakan dari makanan yang disediakan itu. Dan sesiapa yang menolak undangan itu, tidak akan memasuki rumah itu, dan tidak dapatlah dia memakan dari makanan yang disediakan di situ!
Kemudian berkata Malaikat yang mendengar perumpamaan itu: Jelaskanlah perkara ini kepadanya (Nabi Muhammad) supaya dia mengertinya! Lalu ada Malaikat yang berkata: Bukankah dia sedang tidur?! Jawab yang lain: Bukankah sudah aku katakan; matanya saja yang tidur, namun hatinya sadar (dapat menangkap maksud dari berita ini). Maka para Malaikat itu pun berkata: Rumah itu diibaratkan dengan 'Syurga', dan orang yang mengundang itu ialah 'Muhammad' itu sendiri. Tegasnya, siapa saja yang mentaati Muhammad, maka dia mentaati Allah. Dan siapa saja yang mendurhakai Muhammad, maka dia mendurhakai Allah. Dan Muhammad itu adalah penengah (di antara Allah) dengan manusia! (Riwayat Bukhari) Ad-Darimi juga mengeluarkan cerita yang sama dari Rabitah Al-jarasyi ra. dengan maksudnya yang sama (kitab: Al-Misykah, hal. 21)
Dari Abu Musa Al-Asy'ari ra. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: 'Hanyalah perumpamaanku dan perumpamaan apa yang diutus Allah kepadaku adalah perumpamaan seorang lelaki yang datang kepada suatu kaum, lalu dia berkata kepada mereka: Hai kaumku! Saya lihat dengan mataku sendiri, ada suatu bala tentara yang datang, dan saya adalah pemberi peringatan yang telanjang (dapat dimaksudkan: yang paling jujur), maka selamatkanlah diri kamu! Selamatkanlah! Kerana itu ada di antara kaumnya yang mentaatinya, maka dari sejak malam mereka telah keluar melarikan diri dengan secara teratur, hingga akhirnya mereka selamat. Ketika sekumpulan yang lain telah mendustakannya, dan mereka terus menetap di tempat mereka. Akhirnya, mereka sejak pagi buta telah diserang oleh bala tentara (musuh) itu, yang membinasakan mereka serta memukul bersih apa saja yang ada di hadapannya. Itulah dia perumpamaan siapa yang mentaatiku serta menuruti apa yang saya sampaikan kepadanya. Demikian pula perumpamaan siapa yang menderbakaiku serta mendustakan apa yang saya sampaikan kepadanya dari perkara kebenaran itu.' (Riwayat Darimi)
Razin telah membawa suatu berita dari Umar ra. yang dirafakkannya kepada Rasulullah SAW sabdanya: Aku sudah menanyakan Tuhanku tentang perselisihan para sahabatku sepeninggalku, lalu Allah mewahyukan kepadaku, katanya: Wahai Muhammad! Sesungguhnya semua para sahabatmu itu dalam pandanganku adalah umpama bintang-bintang di langit, setengah mereka lebih teguh dari setengah yang lain, namun bagi setiap satu darinya ada cahayanya yang tersendiri. Maka barangsiapa yang mengambil sesuatu dari apa yang ada pada diri mereka tanpa memandang pada perselisihan mereka itu, maka dia itu dalam pandanganku berada di atas kebenaran. Kemudian Nabi SAW pun berkata: Para sahabatku itu seumpama bintang-bintang maka siapa saja dari mereka yang kamu ikuti, kamu akan mendapat petunjuk. (Jam'ul-Fawa'id 2:201)
Dari Al-Irbadh bin Sariyah ra. yang menceritakan suatu peristiwa, katanya: Pada suatu hari Rasulullah SAW telah mengimami kami satu shalat, dan sesudah selesai shalat, beliau lalu menghadapkan wajahnya kepada kami serta menyampaikan suatu pidato yang sungguh berkesan sekali pada diri kami, sehingga bercucuranlah air mata kami dan gemetarlah segala urat perut kami. Sehabis pidato itu, telah bangun seorang lelaki berkata: Ya Rasulullah! Seolah-olah pidato ini adalah suatu pidato terakhir untuk mengucapkan selamat tinggal! Jadi, apakah yang patut engkau pesankan untuk kami?! jawab beliau: Aku berpesan kepada kamu supaya bertaqwa kepada Allah, selalu mendengar perintah dan mentaatinya, walaupun yang memerintah itu seorang hamba habsyi (yang hitam warna kulitnya). Kerana sesungguhnya, siapa saja yang hidup di antara kamu sesudahku nanti dia akan melihat perselisihan-perselisihan yang banyak. Maka ketika itu, hendaklah kamu berpegang teguh kepada perjalananku dan pejalanan para Khulafaur-Rasyidin yang sudah tertunjuk (oleh hidayatku), hendaklah kamu berpegang kuat dengannya, dan gigitlah dia dengan gigi geraham kamu. Berhati-hatilah kamu dengan mengada-adakan (hukum) yang baru, kerana setiap hukum yang diada-adakan itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu adalah sesat! (Riwayat Tarmidzy dan Abu Daud)
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra. telah merafakkan bicara ini kepada Nabi SAW sabdanya: Aku tidak tahu berapa lama lagi aku akan berada bersama-sama kamu. Tetapi aku mengingatkan kamu supaya mengikuti dua orang ini sepeninggalku. Lalu beliau menunjuk kepada Abu Bakar dan Umar radhiallahu-anhuma. Sambungnya lagi: Ambillah petunjuk yang diberikan Ammar, dan dengar apa yang dibicarakan Ibnu Mas'ud dan percayailah dia!(Riwayat Tarmidzy)
Dari Bilal bin Al-Haris Al-Muzani ra. bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: 'Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnat (jalan) dari sunnatku yang telah ditinggalkan orang sepeninggalku, maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang yang mengamalkannya sesudah itu, tiada dikurangi sedikit pun dari pahala-pahala mereka (yang mengamalkannya itu). Dan barangsiapa yang mengadaadakan suatu bid'ah yang menyesatkan yang tiada diridhai Allah dan RasuINya, maka dia akan menanggung dosanya seperti dosadosa orang yang mengamalkannya, tiada dikurangi sedikit pun dari dosa-dosa orang yang mengamalkannya.'(Riwayat Tarmidzy) Ibnu Majah juga meriwayatkan suatu Hadis yang serupa ini dari Katsir bin Abdullah bin Amru, dari bapanya, dari datuknya.
Dari Amru bin Auf ra. bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: 'Sesungguhnya agama (Islam) itu akan kembali ke Hijaz, sebagaimana ular yang kembali ke dalam lobangnya. Lalu agama itu akan tertambat di Hijaz umpama tertambatnya unta-unta di puncak gunung. Sesungguhnya agama itu lahir asing (tidak dikenali orang), dan dia akan kembali asing seperti mula lahimya. Maka berbahagialah orang-orang asing itu (yakni kaum yang bukan Arab), kerana merekalah yang akan membetulkan apa yang dirusakkan manusia dari sunnatku sepeninggalku nanti."(Riwayat Tarmidzy)
Dari Abdullah bin Amru ra. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: 'Akan berlaku ke atas ummatku seperti mana yang berlaku ke atas kaum Bani Israel umpama sepasang sepatu, satu dengan yang lain, sampai terjadi di antara mereka orang yang mendatangi (melakukan zina) ibunya secara terang-terangan, demikian pula yang akan berlaku pada ummatku juga. Dan bahwasanya kaum Bani Israel akan terpecah-belah kepada tujuh puluh dua kaum, dan ummatku pula akan terpecah-belah kepada tujuh puluh tiga kaum, semuanya adalah di dalam neraka, kecuali satu kaum saja. Para sahabat bertanya: Siapa kaum itu, hai Rasulullah?! jawab beliau: kaum yang mengikutiku dan mengikuti para sahabatku!' (Riwayat Tarmidzy)

Pentingnya Sunnah Rasulullah SAW

Dari Anas bin Malik ra. katanya, Rasulullah SAW telah berkata kepadaku: 'Hai anakku! Jika engkau mampu tidak menyimpan dendam kepada orang lain sejak dari pagi sampai ke petangmu, hendaklah engkau kekalkan kelakuan itu! Kemudian beliau menyambung pula: Hai anakku! Itulah perjalananku (sunnahku), dan barangsiapa yang menyukai sunnahku, maka dia telah menyukaiku, dan barangsiapa yang menyukaiku, dia akan berada denganku di dalam syurga! ' (Riwayat Tarmidzi)

Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Nabi SAW yang berkata: "Barangsiapa yang berpegang dengan sunnahku, ketika merata kerusakan pada ummatku, maka baginya pahala seratus orang yang mati syahid". (Riwayat Baihaqi) Dalam riwayat Thabarani dari Abu Hurairah ra. ada sedikit perbedaan, yaitu katanya: Baginya pahala orang yang mati syahid. (At-Targhib Wat-Tarhib 1: 44)

Thabarani dan Abu Nu'aim telah mengeluarkan sebuah Hadis marfuk yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. bahwa Nabi SAW telah bersabda: Orang yang berpegang kepada sunnahku dalam zaman kerusakan ummatku akan mendapat pahala orang yang mati syahid. Hakim pula meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. juga bahwa Nabi SAW telah berkata: Orang yang berpegang kepada sunnahku dalam masa perselisihan diantara ummatku adalah seperti orang yang menggenggam bara api. (Kanzul Ummal 1: 47)

Dan Muslim pula meriwayatkan dari Anas ra. dari Rasulullah SAW katanya: Orang yang tidak suka kepada sunnahku, bukanlah dia dari golonganku! Demikian pula yang dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari Ibnu Umar ra. cuma ada tambahan di permulaannya berbunyi: Barangsiapa yang berpegang kepada sunnahku, maka dia dari golonganku.

Kemudian Daraquthni pula mengeluarkan sebuah Hadis dari Siti Aisyah r.a. dari Nabi SAW katanya: Sesiapa yang berpegang kepada sunnahku akan memasuki syurga!

Dan dikeluarkan oleh As-Sajzi dari Anas ra. dari Nabi SAW katanya: Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, maka dia telah mengasihiku, dan siapa yang mengasihiku dia akan memasuki syurga bersama-sama aku!

Sifat-Sifat Nabi Muhammad SAW

Fizikal Nabi

Telah dikeluarkan oleh Ya'kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata: Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya, tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila baginda marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.

Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya.

Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah kerana sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya. Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun yang dingin.

Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu.

Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain.
Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: "Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat", tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja.
Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.

Luaran Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan.
Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.

Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali.
Baginda tidak pemah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.

Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala.
Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!". Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh dari tempat itu.

Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.

(Nukilan Thabarani - Majma'uz-Zawa'id 8:275)


Cinta Rasul © 2008. Free Blogspot Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute